Sabtu, 28 Juni 2008

Aksi Mahasiswa dan Anarkisme ???

Oleh : Hadi jatmiko
Mahasiswa FT UMP dan Aktivis sarekat Hijau Indonesia ( SHI ) DPW Sumsel


Kebijakan kenaikan BBM yang dilakukan oleh SBY–JK pada Bulan Mei yang mencapai 23% kemarin telah menuai Protes dan aksi yang dilakukan oleh rakyat dari berbagai sektoral baik itu Buruh, Petani, Miskin Kota dan Mahasiswa, mereka tak henti-hentinya melakukan aksi disetiap hari dan seluruh pelosok negeri yang kaya akan sumber daya alam dan negeri setengah Jajahan, Aksi-aksi protes ini pun semakin hari semakin besar. Namun pada awal bulan juni kemarin aksi-aksi protes yang setiap hari mewarnai media televisi maupun media cetak ini harus ditenggelamkan beritanya oleh bentrokan yang terjadi dilapangan Monumen Nasional ( Monas ) antara Laskar Islam bersama Front Pembela Islam melawan sebuah aliansi masyarakat sipil yang menamakan dirinya dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan ( AKKBB ), adapun pemicu bentrok antara kedua nya yaitu persoalan “Agama Ahmadiyah”. AKKBB mendukung keberadaan Ahmadiyah yang selama ini di perlakukan tidak adil ( Baca Refresif ) oleh beberapa Ormas Islam karena menurut mereka siapapun tidak boleh melarang seseorang untuk meyakini keyakinan nya seperti Ahmadiyah sedangkan LI dan FPI menolak Ahmadiyah dengan alasan Ahmadiyah telah melakukan penistaan terhadap Agama Islam, berdasarkan pengamatan dari beberapa Tokoh nasional seperti Amien Rais dan hasyim muzadi terhadap bentrokan tersebut ( Insiden Monas ) mereka mengatakan bahwa ada pihak lain yang bermain atau berada dibalik kejadian itu yang menginginkan bentrokan tersebut terjadi sehingga persoalan Rakyat Indonesia atas kenaikan harga BBM teralihkan. Dan ini memang salah satu media yang paling efektif jika ingin membuat bentrokan ( permusuhan ) antara sesama masyarakat sipil di Indonesia, ini dapat kita lihat diberbagai kejadian yang ada contohnya kejadian di Poso, Maluku, dll. Dan dari kejadian ini pula apabila kita telusuri banyak pihak-pihak berada di belakang yang memperoleh keuntungan atas berselisihan yang (bisa saja penguasa yang berkuasa).

Sementara pikiran kita masih terus mengikuti dan menganalisa tentang apa sebenarnya yang diinginkan oleh pembuat insiden monas ini terjadi seperti yang diharapkan oleh pencipta kejadian, Pada tanggal 19 juni 2008 tepatnya jam 11.30 WIB, kita dikejutkan sebuah berita kematian seorang Aktivis mahasiswa yang bernama maftuh alias Nanang Korban penyerangan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian terhadap kampus Universitas Nasional ( UNAS ) saat Mahasiswa Mengadakan aksi Protes atas kenaikan harga BBM pada tanggal 24 mei 2008 yang lalu. Berdasarkan keterangan Dokter dari Rumah Sakit Pusat Pertamina ( RSPP ) Maftuh meninggal disebabkan oleh serangan Virus HIV yang telah menjalar ditubuhnya ini membuat banyak teman-teman Aktivis mahasiswa serta tokoh-tokoh politik Nasional Tidak Percaya Atas Keterangan ini karena menurut keterangan dari Dokter Rumah Sakit Kristen Indonesia yang pernah merawat Maftuh sebelum dibawah ke RSPP, saat itu menyebutkan bahwa maftuh mengalami infeksi di sekujur tubuhnya akibat dari luka yang dideritanya dikepala yang disebabkan oleh pentungan tongkat aparat kepolisian. Kontradiksi yang terjadi atas kesimpang siuran keterangan dokter ini, membuat kawan-kawan maftuh yang terdiri dari mahasiswa diberbagai universitas yang ada di Indonesia pada hari selasa ( 24/06 ) melakukan aksi di depan Gedung DPR dengan berbagai Tuntutan yaitu meminta kepolisian bertanggung jawab atas kematian Maftuh dan meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut kebijakan atas kenaikan harga BBM yang dianggap telah menyengsarakan rakyat, namun aksi damai yang diikuti oleh Ratusan mahasiswa dan berbagai Ormas tersebut menjelang sore hari beralih menjadi Aksi Bentrokan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian yang sejak awal aksi dimulai, telah berada disana ( Gedung DPR ) sehingga menimbulkan kerusuhan yang diwarnai dengan pembakaran mobil berplat ( Nomor Polisi ) berwarna merah yang dilakukan oleh Mahasiswa tepat didepan universitas Kristen Atmajaya, bentrokan ini menurut pemberitaan di media ( www.kompas.com tgl 26 juni 2008 ) dipicu oleh provokasi yang dilakukan oleh aparat kepolisisn yang menyemprotkan air dari Mobil water canon kearah rombongan Mahasiswa yang bertujuan untuk membubarkan aksi mahasiswa yang mulai bergerak memaksakan diri untuk masuk ke gedung DPR hal ini dikarena adanya informasi yang didapat Mahasiswa bahwa anggota dewan yang sedang melakukan rapat paripurna membahas hak angket di dalam gedung DPR ada kemungkinan akan mengalami kegagalan.

Atas kejadian kerusuahan tersebut mata media baik itu elektronik maupun media cetak melalui kontributor dan para wartawan nya mulai tertuju kembali untuk memberitakan dan menulis tentang berita kerusuhan yang terjadi karena aksi tolak kenaikan BBM yang selama ini telah menghilang tertutupi oleh berita-berita lain. Namun dari beberapa pengamatan yang dilakukan terhadap media yang menuliskan pemberitaan tentang aksi bentrok antar mahasiswa dan aparat kepolisian tersebut terjadi kesalahan sehingga hal ini menimbulkan pemaknaan yang berbeda bagi pembaca dan berdampak terhadap menjauh nya gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa dengan masyarakat yang dibela dan disuarakan nya, Wartawan selalu membuat berita tentang kerusuhan tersebut dengan kata anarkisme misal tulisan dalam berita “Demo kenaikan BBM yang dilakukan oleh mahasiswa berakhir dengan Anarkis,dan Tindakan Anarki mewarnai Demo kenaikan BBM “

Namun hal ini sepertinya sampai kapan pun, wartawan selalu dan akan selalu menggunakan kata anarkis untuk menggantikan kata “rusuh”, “bentrok”, “kekerasan”, “aksi liar” dan lain-lain yang semakna. Padahal, sebeenarnya anarkisme itu adalah sebuah paham politik, yang sama halnya seperti sosialisme, marxisme dan isme-isme yang lain, oleh karenanya kata anarkis merujuk pada orangnya, yakni mereka yang menganut paham anarkisme, Kata anarkisme sendiri berasal dari bahasa Yunani, tersusun dari dua kata “an” (tidak) dan “archy” (ketua). Anarkisme berarti tidak adanya pemimpin, tidak adanya pemerintahan. Para penganut anarkisme menolak kebutuhan akan otoritas tersentral atau negara tunggal, satu-satunya pemerintahan yang kita kenal sampai hari ini. Sebagaimana diterima sampai hari ini pula, negara berdaulat adalah sumber otoritas politik, yang menentukan harga cabe, membuat peraturan mengenai pembatasan penjualan bensin, dan mengumumkan kenaikan harga BBM, sekaligus merancang sebuah sistem kompensasi untuk meredam protes masyarakat.

Yang ditolak oleh kaum anarkis sebenarnya bukanlah konsep pemerintah sebagai negara, melainkan ide tentang suatu tatanan berkuasa yang menuntut dan menghendaki kepatuhan (bahkan kalau perlu nyawa) warganya. Tatanan ini membuat siapa pun yang tidak patuh akan ditindas, didenda, diremehkan, diusik, diburu, disiksa, dipukuli, dilucuti, dicekik, dipenjara, dihakimi, dihukum, ditembak, dideportasi, dikorbankan.

Di antara paham-paham lain, anarkisme barangkali memang relatif tidak populer, tapi setidak-tidaknya tetap saja ada penganutnya. Kita perlu menghargai mereka. Jadi, mari kita hentikan menggunakan kata anarkis untuk menyebut tindakan kekerasan yang mewarnai sebuah demo. Bahasa Indonesia cukup kaya dengan kata-kata untuk melukiskan situasi ricuh, kacau tak terkendali, yang ditimbulkan oleh perseteruan dua pihak, seperti sering terjadi antara demonstran dengan polisi. Dan, tak perlu menjadi orang jenius untuk tidak selalu menyalahpahami kata anarki, anarkis dan anarkisme namun semua nya itu juga kembali kepada pemerintah saat ini karena ketika semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berpihak kepada rakyat atau pemerintah benar-benar memahami makna demokrasi yang sesungguhnya serta selalu mendiskuskan nya terlebih dahulu setiap kebijakan yang akan di keluarkan kepada rakyat maka pasti tidak akan ada kerusuhan,bentrokan dan aksi protes dari Mahasiswa dan Rakyat.



3 komentar:

Anonim mengatakan...

nah kalo kayak gini berarti wartawan nya yang salah apa redaktor yang bodoh...yang pasti negara kita kih gak ada kedaulatan.

goresan pena mengatakan...

opini yang menarik. sungguh. aku juga heran...di saat beberapa kaum peminis, terutama ibu, psikolog, dokter anak dll menggembar gemborkan penting nya menggunakan kalimat-kalimat positif, untuk membangun jiwa yang positif pula..eh, sebagian unsur negeri ini malah terlampau mengekpoitasi kata-kata negatif demi berita yang terkesan 'bernilai' lebih menjual.
negeri ini aku lihat seperti sebuah mainan anak-anak, jungkat jungkit dengan retakan di tengah. tidak akan lama menunggu papan itu terbelah dan hancur..

tapi kemudian teman, timbul pemikiranku, apa yang bisa kita lakukan selain berbicara saja?

Hadi jatmiko mengatakan...

tapi kemudian teman, timbul pemikiranku, apa yang bisa kita lakukan selain berbicara saja?

YA salah satu cara agar kita tidak di cap atau di beri label sebagai golongan orang yang hanya dapat berbicara saja yaitu Datangi kampung - kampung miskin beri penyadaran kepada mereka tentang Fenomena yang terjadi terhadap bangsa kita saat ini ajak mereka untuk berpikir kritis dan Dorong mereka untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan yang dapat dimulai dari bawah misalnya rebut Kepemimpinan RT, KADUS ,KADES. Ok teman