Senin, 22 September 2008

Penjelasan Menteri Kesehatan Tentang Praktek Kedokteran (Termasuk Malapraktek)

Berikut adalah penjelasan tentang pelanggaran disiplin (“malapraktek”) dari Menteri Kesehatan, Dr. Achmad Sujudi dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan Levi Silalahi dari TEMPOInteraktif. Penjelasan yang diberikan pada 9 Agustus 2004 di Jakarta, ini berintikan kesepahamannya dengan Rancangan Undang Undang Praktek Kedokteran (lihat referensi: RUU Praktek Kedokteran) yang saat dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat.

1. Perlu peradilan khusus untuk dokter.

2. Rancangan Undang Undang Praktek Kedokteran (RUU PK) yang mengatur hal itu dalam proses penyelesaian.

3. RUU PK ini adalah usul inisiatif DPR. Kemudian dalam prosedurnya, usul inisiatif itu disampaikan kepada Presiden lewat Mensesneg. Lalu, Presiden menugaskan seorang Menteri terkait untuk menjadi partner dari dewan.

4. Bersama partner yang ditunjuk, yaitu Menteri Kesehatan, dewan membahas RUU PK. RUU PK ini sudah hampir selesai, hal-hal pokok sudah ada kesepakatan dan tinggal hal-hal detail. Bisa dikatakan sudah sampai pada masalah-masalah perumusan.

5. Insya Allah akan selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita akan mempunyai UU PK yang akan memayungi semua masalah-masalah praktek kedokteran. Tujuan UU PK adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin adanya kepastian hukum baik dari pihak dokter, pihak pasien atau pihak lain yang terkait.

6. Kita melihat, perlu ada penilaian terhadap dokter. Tentunya, penilaian ini untuk dokter yang bersalah, seperti halnya badan peradilan yang lain. Penilaian disiapkan karena adanya pengaduan untuk mengadili yang salah, dalam kaitan para dokter/dokter gigi tersebut melakukan prakteknya, bukan dalam kaitan-kaitan yang umum. Penilaian ini didasarkan pada disiplin ilmu yang disandang oleh dokter dan dokter gigi.

7. Dalam praktek kedokteran, mungkin saja terjadi adanya suatu pelanggaran disiplin. Jadi ada penilaian khusus, yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Disiplin artinya ilmu, Majelis Kehormatan Disiplin artinya majelis yang melakukan suatu penelitian apakah suatu ilmu dilakukan dengan betul oleh para dokter. Jika ada penyimpangan dari penggunaan ilmu tersebut disengaja atau tidak, atau berada di luar garis-garis standar yang sudah digariskan, mungkin terjadi suatu penyimpangan yang kemudian bisa dinilai sebagai suatu pelanggaran disiplin. Walaupun pelanggaran disiplin sendiri definisinya lebih dari sekadar penyimpangan dari standar.

8. Majelis ini, menilai dan menyaring apakah terjadi penyimpangan terhadap disiplin ilmu atau tidak, dan itu sangat penting. Apabila sudah dinyatakan ada penyimpangan, berikutnya bisa saja terbuka suatu arah ke penuntutan lain lewat pengadilan biasa ( perdata atau pidana ).

9. Pelanggaran disiplin bisa saja terjadi pada pekerjaan apapun, apakah dokter, akuntan, insinyur: bisa saja terjadi kesalahan yang namanya human error (kesalahan karena kesalahan manusia). Tapi seberapa besar kesalahan manusia, itu harus jelas pembuktian dan sanksinya. Indonesia marak dengan berita-berita pelanggaran disiplin. Menurut saya, sebenarnya, pelanggaran disiplin di Indonesia bisa saja terjadi, tapi maraknya ini karena ada suatu keterbukaan dimana masyarakat lebih bebas mengajukan pendapat dan mengajukan kritikan.

10. Apakah akhir-akhir ini pelanggaran disiplin meningkat di Indonesia, harus dilakukan suatu penelitian untuk menjelaskannya. Tapi yang saya lihat adanya suatu kesenjangan dalam pemberian informasi kepada pasien, sehingga pasien tidak mendapatkan informasi yang sebenarnya tentang sakitnya, serta upaya-upaya apa yang dilakukan terhadap dirinya dan kemungkinan berhasil atau tidak upaya-upaya itu. Ini yang sering kurang dikomunikasikan. Jika dikomunikasikan pun belum dimengerti betul oleh pasien, sehingga yang terjadi kesenjangan pengertian antara pasien dan dokter atau pengertian dalam ilmu kedokteran. Kesenjangan ini, jika tidak dijembatani, akan terjadi ketidakpuasan dan menuju ke suatu penuntutan pelanggaran disiplin.

11. Dalam rangka hubungan antara pasien dan dokter, dokter harus memberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan itu. Pasien, setelah menerima penjelasan dapat setuju atau menolak tindakan. Dokter berdaya upaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien sesuai standar yang berlaku. Keberhasilan tindakan itu, tidak mungkin dijamin seratus persen oleh dokter/dokter gigi.

12. Dalam penyembuhan pasien, yang terjadi dalam badan pasien terhadap obat dan upaya yang dilakukan oleh dokter mengikuti hukum bio-medica. Bio-medica itu adalah reaksi pasien terhadap obat dan reaksi pasien terhadap tindakan-tindakan yang belum tentu sesuai dengan yang diharapkan, walaupun secara statistik sebagian besar sudah bisa ditentukan. Ada pasien yang sembuh oleh suatu obat, tapi ada pula yang tidak sembuh, bahkan sampai terjadi reaksi alergi (keadaan yang paling berat adalah shock atau Steven Johnson Syndrome).

Praktek kedokteran atau upaya yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya, itu tidak bisa menjamin hasil seratus persen kesembuhan. Tapi yang dijamin adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh dari seorang dokter.

13. RUU PK mengatur:
- Profesionalitas seorang dokter, terutama pendidikannya (dokter umum atau dokter spesialis), siapa yang mengatur pendidikan, bagaimana standar pendidikan. Dalam UU yang akan datang, terdapat kesepakatan tentang itu, yaitu Kolegium bersama Konsil Kedokteran.
- Standar pelayanan, karena seorang dokter melayani seorang pasien lewat standar-standar tertentu, tidak bisa begitu saja melakukan suatu inovasi yang belum pasti.
- Hak dan kewajiban pasien. Hak pasien antara lain adalah mendapat informasi yang baik, betul dan tepat waktu (timely), kemudian hak pasien untuk mencari pendapat kedua atau ketiga (second opinion).

Hal lain yang harus diatur dalam UU ini adalah kompetensi dokter, dokter gigi atau dokter spesialis. Yang menentukan adalah lembaga–lembaga pendidikan, kolegium dan konsil kedokteran. Jika kompetensi sudah benar, konsil kedokteran melakukan registrasi terhadap dokter itu. Jika sudah terregistrasi, dia harus mendapat lisensi atau izin praktek.

14. Seorang dokter dikatakan melakukan pelanggaran disiplin, jika kegiatan atau prakteknya:
- benar-benar ketika sedang menjalankan tugas (tidak termasuk pada saat menolong orang dalam bencana)
- bekerja di bawah standar
- mengakibatkan kerugian
- langsung ada kaitan sebab–akibat antara kerusakan dengan pekerjaan di bawah standar (kaitan dengan butir b dan c ).

Pelanggaran etika: di Indonesia sudah ada kode etik dokter, kode etik dokter gigi. Pelanggaran etika selama ini diurus oleh ikatan profesi, IDI (MKEK= Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) atau PDGI (MKEKG= Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi). Majelis ini hanya mengurusi kode etik saja.

15. Peran dan posisi IDI:
- menjaga agar semua anggotanya berpraktek sebaik-baiknya sesuai dengan standar (standar kompetensi dan pelayanan medik, tidak boleh kurang dan tidak boleh berlebihan).
- bagaimana jika terjadi kerugian? Jika terjadi kerugian, harus yakin betul apa karena adanya pelayanan di bawah standar, baik kemampuan maupun kelalaian, karena hal lain yang tidak bisa dihindari yang disebut medical uncertainty.
- jika sudah terjadi kasus, sebelum ada UU ini dibicarakan dalam peradilan umum, dalam hal ini diperlukan saksi ahli.
- IDI atau pemerintah dapat memberikan saksi ahli, tapi nanti jika UU PK sudah disahkan, semua pelanggaran disiplin dan dugaan pelanggaran disiplin diurus oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Majelis ini sebenarnya suatu pengadilan, quasi judikatif, dan hakim-hakimnya adalah hakim add hoc, ada seorang hakim betul (ahli hukum), ada dokter-dokter ahli yang tahu betul masalah itu, dan ada anggota masyarakat, dan sebagainya.

IDI sebagai himpunan dokter menyampaikan kepada seluruh anggotanya kejadian pelanggaran disiplin ini, agar tidak terulang lagi. Tiap kasus tentu ada hikmah atau pelajaran yang bisa diambil, dan IDI dapat melakukan pembinaan berdasarkan pengalaman itu.

16. IDI belum bisa berbuat banyak sehubungan dengan pelanggaran disiplin, misalnya pencabutan izin dokter, menindak tegas dokter yang melakukan, karena belum ada UU nya. Jika UU PK sudah disahkan, semuanya jelas. Jika pelanggaran disiplin terjadi, diputuskan oleh majelis tadi yaitu suatu pengadilan yang membuat keputusan tetap. Keputusan tetap itu merupakan keputusan yang tidak bisa diubah lagi. Hukumannya dapat berupa pencabutan registrasi, izin praktek atau diperintahkan untuk mengikuti pendidikan lagi.

17. IDI berbuat banyak untuk mencegah atau pencegahan. Tapi jika sudah ada pelanggaran disiplin, IDI bisa ikut berperan dalam memberikan kesaksian ahli. Jika UU sudah disahkan, yang mencabut izin dokter adalah Konsil Kedokteran.

18. Persiapan yang dilakukan dokter untuk suatu pengobatan juga diperhitungkan. Tapi kadang-kadang ada hal yang memang sulit diperhitungkan, dan terjadilah suatu kerugian. Kemudian dinilai apakah kerugian itu akibat kelalaian, atau ketidak-mampuan, atau karena keduanya. Selanjutnya, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran yang akan memutuskan. Jadi, dibuat payung hukum komprehensif yang tidak memihak salah satu pihak, betul-betul independen.

19. Regulasi di bidang kesehatan sangat penting. Ini mutlak. Seharusnya dari dulu kita sudah punya. Saya yakin dengan adanya UU Praktek Kedokteran ini, banyak hal yang dapat diselesaikan. Dengan memahami UU PK ini, para dokter diharapkan akan berhati-hati dalam melakukan praktek kedokterannya.

20. UU PK ini komprehensif, tidak perlu lagi membuat UU khusus tentang pelanggaran disiplin. Menurut saya demikian, tapi mungkin diperlukan berbagai peraturan pelaksanaan.

21. Adanya penilaian terhadap pelanggaran disiplin, tidak berarti pasien yang merasa dirugikan dapat menggugat dokter/dokter gigi lewat pengadilan perdata atau tuntutan pidana.

22. Pelanggaran disiplin atau malapraktek bertentangan dengan disiplin ilmu, yang melaksanakan ilmunya tidak sesuai dengan standar. Bisa juga sekaligus terjadi, seorang yang melakukan malapraktek melakukan juga pelanggaran etika, melanggar moral sekaligus. Dalam hal ini sanksinya tentu berbeda.

23. Jika nanti dalam suatu malapraktek itu menjurus ke perdata, ya sesuai dengan UU Perdata. Perbuatan itu bisa perbuatan melanggar hukum, merugikan orang. Jika suatu kesengajaan atau kelalaian berat, mungkin ada suatu pidana dan ditangani oleh pengadilan pidana.

24. Sanksi paling ringan untuk pelanggaran disiplin adalah tindakan administratif, misalnya dia bekerja melanggar ketentuan tanpa ada kerugian, seperti orang melanggar lampu merah, walaupun tidak ada tabrakan atau kecelakan, tapi tetap dikenakan sanksi, sanksi administratif. Misal, seorang yang melakukan pekerjaan yang bukan kompetensinya, walaupun berhasil, katakan begitu, dia tetap terkena sanksi walaupun tidak ada kerusakan. Apalagi jika ada kerusakan. Contoh lain, jika dia berpraktek di suatu tempat, walaupun dia kompeten, terregistrasi, tapi belum ada izin dari pemerintah setempat, dia tetap melanggar. Ini tidak boleh dilakukan.

25. UU PK ini mengatur praktek kedokteran modern. Nantinya diperlukan suatu medical audit untuk membuktikan, seorang dokter bekerja sesuai standarnya. Sekali lagi, berbeda dengan etika. Hasil dari majelis disiplin merupakan alat bukti yang diperlukan pengadilan. Medical audit akan terus ditingkatkan karena tujuan dasar adanya UU PK adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Kamis, 18 September 2008

Jenazah Pasien Miskin Disandera Rumah Sakit

Palembang – Penyanderaan pasien oleh pihak rumah sakit kembali terjadi. Kali ini di Palembang, Sumatera Selatan. Sang ibu, Lilis Suryani disandera Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah, sedangkan jenazah bayinya disandera RS Moehammad Husin.
Kedua rumah sakit tersebut padahal telah menerima pembayaran uang muka bagi pelayanan rakyat miskin oleh Departemen Kesehatan melalui program Jaminan Kesejahteraan Masyarakat (Jamkesmas) pada Juni lalu.
"Karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya rumah sakit, jenazah anaknya tidak bisa segera dibawa pulang," jelas Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumatera Selatan Anwar Sadat ketika dihubungi SH, Rabu (17/9).
Akibatnya, penyanderaan terhadap jenazah anak Lilis Suryani (24) ini dilaporkan DKR Sumatera Selatan ke Poltabes Palembang pada Selasa (16/9) pagi.
Sore harinya, pihak rumah sakit mengizinkan mayat bayi tersebut dibawa pulang oleh keluarga, namun sampai saat ini Lilis Suryani masih disandera RS Muhammadiyah.

"Seharusnya pihak rumah sakit tidak menyandera seperti ini, karena RS Moehammad Husin telah menerima uang muka Jamkesmas sebesar Rp 5,5 miliar lebih, dan RS Muhammadiyah Rp 3,8 miliar dari Departemen Kesehatan pada Juni lalu," ungkap Anwar.
Lilis Suryani yang sedang hamil tua bersama suaminya, Senin (15/9) lalu, dengan didampingi relawan DKR Kota Palembang, mencari pertolongan ke rumah sakit untuk melahirkan. Tetapi karena tidak memiliki kartu Jamkesmas, ibu muda ini ditolak bagian UGD RS Muhammadiyah. Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) yang dikeluarkan kelurahan dianggap tidak berlaku lagi.
Setelah relawan DKR mengingatkan tentang instruksi Wali Kota Palembang agar rumah sakit tidak menolak pasien darurat, akhirnya Lilis dirawat di rumah sakit tersebut dan DKR sebagai penjaminnya.
Pada Selasa (16/9) dini hari, bayi Lilis lahir tetapi dalam kondisi prematur sehingga dipindahkan ke RS Moehammad Husin, karena RS Muhammadiyah tidak memiliki inkubator. Namun menjelang subuh, bayi tersebut meninggal dunia. Meski demikian, setelah Lilis dan suaminya meminta agar jenazah bayinya bisa dibawa pulang, pihak RS Moehammad Husin menolak dengan alasan keluarga pasien bukan pemegang kartu Jamkesmas sehingga harus membayar biaya administrasi.
"Kasus ini kami laporkan ke Poltabes dan akhirnya mayat diserahkan oleh rumah sakit. Sebagai gantinya, Lilis Suryani disandera RS Muhammadiyah dan diminta menyelesaikan seluruh biaya administrasi di RS Muhammadiyah dan RS Moehammad Husin," lanjut Anwar.

Negosiasi
Rabu (17/9) pagi ini, pihak DKR kembali mendatangi RS Muhammadiyah untuk bernegosiasi agar Lilis Suryani dapat dikeluarkan dari rumah sakit dengan menggunakan SKTM. Sebab sebagai ibu, Lilis ingin mengantarkan kepergian bayinya hingga ke pemakaman.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Dr Hamdan berjanji, akan segera mengunjungi RS Muhammadiyah. Kepala Jaminan Pembiayaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Dr Chaliq Masulili mengingatkan bahwa hal seperti ini semestinya tidak terjadi karena rumah sakit sudah menerima uang muka Jamkesmas. "Pemda seharusnya dapat menertibkan rumah sakitnya," tegasnya.
Pihak Humas RSU Moehammad Husin Dr Eva, ketika dihubungi SH pagi tadi, menjelaskan bahwa pihaknya belum mendapat informasi mengenai kejadian tersebut. Tetapi menurutnya, kalau Lilis Suryani tidak masuk dalam daftar penerima Jamkesmas, memang tidak bisa diterima begitu saja sebagai pasien dan harus membayar biaya perawatan. Kecuali kalau Lilis mempunyai SKTM yang sudah diurus ke pemerintah daerah (Pemda).
Sementara itu, pihak RS Muhammadiyah hanya mengatakan bahwa Lilis telah dipindahkan ke RS PKU Muhammadiyah sejak Senin (15/9) malam, karena tempat tidur di RS Muhammadiyah penuh.
(web warouw/muhamad nasir/wahyu dramastuti)




Sabtu, 13 September 2008

Pasien Jamkesmas di paksa beli obat, Pengurus DKR sumsel Di intimidasi

Nomor : 010/DKR-sumsel/VIII/2008
Lamp : -
Hal : Mohon Klarifikasi

Kepada Yth,
Direktur Rumah Sakit Moehamad Husin
Di –
Palembang

Dengan hormat,
Salam perjuangan, semoga kita selalu diberikan afiat dan rahmat-Nya dalam memperjuangkan kesehatan bagi rakyat.

Memperhatikan persoalan yang dialami oleh pasien atas nama Rominah, warga Jalur 18 Rawa Banda, Kabupaten Banyuasin, yang mengidap penyakit kencing manis, yang saat ini tengah dirawat di rumah sakit yang Bapak/Ibu pimpin. Kiranya perlu kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
  • Bahwa yang bersangkutan telah dirawat sejak tanggal 9 September 2008.
  • Bahwa pasien merupakan peserta penerima JAMKESMAS.
  • Bahwa keluarga pasien melapor kepada Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumsel, mengeluhkan mengenai obat-obat, termasuk alat suntik yang dibebankan kepada mereka.
  • Bahwa pembebanan pembelian obat tersebut, telah terjadi beberapa kali, dan keluarga pasien sangat terbebani akan hal itu, disebabkan pasien merupakan keluarga miskin.
  • Bahwa pada tanggal 11 September, team Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumatera Selatan, mendatangai petugas rumah sakit guna menanyakan dan mengkonfirmasi hal itu.
  • Bahwa konfirmasi yang dilakukan DKR bersandarkan kepada aturan yang telah dijelaskan di dalam ‘Pedoman Pelaksanaan (Manlak) SK Menteri Kesehatan No.125 tahun 2008, tentang Pedoman Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat’.
  • Di dalam pedoman pelaksanaan tersebut, salah satunya dijelaskan mengenai Tatalaksana Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat, yang menyebutkan “Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
  1. Untuk memenuhi kebutuhan obat generik di Puskesmas dan jaringannya akan dikirim langsung melalui pihak ketiga franko Kabupaten/Kota
  2. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan miskin yang diperlukan, ....... dan seterusnya.
  3. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b diatas, maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan fihak-fihak terkait.
  4. Bahwa konfirmasi yang dilakukan oleh team Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumsel, ketika itu salah satunya ditemui oleh dr. Bulungan (Dokter Jaga Penyakit Dalam Perempuan).
  5. Bahwa klarifikasi yang diminta oleh team DKR, dijawab secara arogan oleh yang bersangkutan, dimana Dokter tersebut mencerca dan menantang berkelahi team DKR yang sedang bertugas meminta klarifikasi atas hal yang terjadi pada pasien.

Menurut kami, apa yang menimpa pasien atas nama Rominah tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena di dalam Pedoman Pelaksanaan (Manlak) SK Menteri Kesehatan No.125 tahun 2008, tentang Pedoman Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat’, khususnya point (c) yang disebutkan di atas, telah cukup jelas mengakomodir hak-hak pasien miskin peserta penerima Jamkesmas.

Di sisi lain, apa yang dilakukan oleh Dokter Jaga atas nama dr. Bulungan terhadap anggota kami sebagai anggota masyarakat yang diwajibkan pula untuk ikut bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pelayanan bagi pasien miskin di dalam program Jamkesmas dapat berjalan secara benar dan konsisten, tentunya tidaklah dapat dibenarkan.

Sehubungan dengan kedua hal tersebut, kami pimpinan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumatera Selatan meminta klarifikasi terhadap Bapak/Ibu.

Demikianlah hal ini kami sampaikan, mudah-mudahan perjuangan kita bersama dalam mewujudkan amanat konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal (28 H) dan Undang-Undang Nomor 23/Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan yang berkwalitas secara baik, adil dan merata, dapat terwujud.

Palembang, 12 September 2008
Dewan Kesehatan Rakyat ( DKR )
Sumatera Selatan.



Tembusan :
1. Menteri Kesehatan RI
2. Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Pusat
3. Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan
4. Gubernur Sumatera Selatan
5. Ketua DPRD Sumatera Selatan
6. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan
7. Dewan Kesehatan Rakyat Nasional
8. media Cetak Nasional dan lokal
8. Arsip











Jumat, 12 September 2008

Rakyat Miskin di Luar Kuota Tanggung Jawab Kepala Daerah

Oleh
Web Warouw

Jakarta–Menjelang 1 September Kepala Pusat Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Choliq Masulili mengingatkan agar semua rakyat miskin masuk dalam daftar kuota penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Bagi rakyat miskin yang belum masuk dalam kuota, setelah 31 Agustus akan menjadi tanggung jawab bupati dan wali kota. Tagih pada kepala daerah masing-masing untuk menanggung rakyat miskin yang tidak mendapatkan Jamkesmas,” ujarnya ketika dihubungi Sabtu (23/8) di Jakarta.
Masulili menegaskan bahwa kartu Jamkesmas akan dibagikan per 1 September pada rakyat miskin yang masuk dalam daftar kuota pemerintah daerah.

Posko Pengaduan
Saat ini, DKR di seluruh Sumatra Selatan membuka posko pengaduan bagi masyarakat miskin yang tidak terdata dan tidak mendapatkan kartu Jamkesmas yang akan dibagikan oleh pemerintah. “Semua pemerintah daerah di Sumatra Selatan belum melakukan pendataan ulang terhadap orang miskin. Sebaiknya pembagian kartu Jamkesmas ditunda, sebelum seluruh Rakyat miskin yang ada terdata, sebagai warga yang memang berhak memegang Kartu Jamkesmas, Segera lakukan verifikasi ulang,” kata Ketua DKR Sumatra Selatan, Anwar Sadat ketika dihubungi.
Selain itu Anwar Sadat meminta agar seluruh rumah sakit yang ada di Sumatera Selatan tidak melakukan penolakan serta pemungutan biaya bagi pasien dari seluruh keluarga miskin. ”Pembiayaan kesehatan dan pengobatan telah ditanggung oleh pemerintah pusat dan kewajiban pemerintah daerah untuk mendukung yang tidak terdaftar dalam kuota,” katanya.
Di Jawa Timur, Ketua DKR Jawa Timur Dendi Rulianto menyatakan protes keras atas meninggalnya pasien karena ditelantarkan pihak Rumah Sakit Daerah Madiun. Yuliati (30) warga Desa Alas Kudu Kecamatan Wonokarto Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, meninggal di Rumah Sakit Daerah (RSD) Panti Waluyo Caruban Kabupaten Madiun, Kamis (21/8).
“Bagaimana mungkin pasien bisa meninggal di rumah sakit di rumah sakit karena kekurangan gizi. Karena orang miskin maka pasien tidak ditangani secara layak, walaupun polisi yang mengantarkan pasien. Kematian pasti karena diterlantarkan,” katanya.
Direktur RSD Panti Waluyo Madiun dr Aries Noegroho saat dikonfirmasi media membantah jika pihaknya telah menelantarkan pasien tersebut. "Tidak benar jika kami menelantarkan pasien. Kami sudah berupaya memberikan pertolongan medis termasuk memberikan pelayanan seperti layaknya pasien lainnya. Namun, karena kondisinya yang sangat lemah dan pasien menderita berbagai penyakit akhirnya meninggal," katanya.
Menurutnya, Yuliati diantarkan ke RSUD Panti Waluyo pada Minggu (17/8) oleh salah seorang petugas Kepolisian Sektor (Polsek) Balerejo. Saat itu, kondisinya sangat memprihatinkan, lemah, dan menderita diare hebat. Berdasarkan hasil diagnosis dokter, korban selama ini menderita kekurangan kalori, gizi buruk, dan diare hebat. Kemudian, pasien ini dilarikan ke RSD Panti Waluyo untuk kali kedua selama dua pekan terakhir ini. n


Selasa, 09 September 2008

DKR Sumsel : "Pemerintah Kabupaten/Kota Wajib Membiayai Rakyat Miskin Di luar Program Jamkesmas"

Siaran Pers
No : 08/DKR-sumsel/XI/2008


Sumatera Selatan sehat adalah masyarakat yang hidup dalam kwalitas dan derajat kesehatan yang memadai, serta tersedianya pelayanan kesehatan bagi rakyat secara adil dan merata. Sehubungan dengan pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) yang sedang berjalan, dimana pembiayaan pengobatan di dalam program tersebut di tanggung oleh Departemen Kesehatan. Sementara bagi rakyat miskin yang tidak termasuk dalam kuota program tersebut, adalah tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur di dalam pedoman pelaksana (manlak) SK Menteri Kesehatan No.125 tahun 2008, tentang Pedoman Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat.

Berkaitan dengan hal itu, berdasarkan kondisi di lapangan, kiranya perlu kami sampaikan hal-hal sebegai berikut:

  1. Bahwa rakyat miskin yang tidak memiliki kartu Jamkesmas, sangat kesulitan mengakses pelayanan kesehatan dan pengobatan di rumah sakit baik negeri maupun swasta, yang telah ditunjuk pemerintah sebagai penerima pasien miskin.
  2. Bahwa telah terjadi kekeliruan dalam hal pendataan peserta penerima Jamkesmas, dimana banyak rakyat miskin yang sesungguhnya berhak, tidak terdata dalam program tersebut.
  3. Bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, belum melakukan pendataan lebih lanjut terhadap rakyat miskin yang tidak terakomodir dalam penerima Jamkesmas
  4. Bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, hingga saat ini belum secara optimal mengalokasikan anggaran kesehatan bagi rakyat miskin di daerahnya.



Berdasarkan situasi dan hal tersebut, DEWAN KESEHATAN RAKYAT (DKR) Sumatera Selatan sebagai sebuah organisasi masyarakat yang independen, yang terintegrasi secara nasional, yang bekerja dalam mengkonsolidasikan dan menyatukan gerakan rakyat dalam bidang kesehatan, dengan ini menuntut kepada seluruh Kepala Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan:

  1. Untuk menjamin pembiayaan kesehatan bagi seluruh warga miskin di daerahnya yang tidak terdaftar sebagai peserta penerima Jamkesmas. Hal ini dimaksudkan, agar seluruh rakyat miskin di Sumatera Selatan dapat terfasilitasi haknya memperoleh pelayanan kesehatan secara adil dan merata oleh Negara. Dan hal tersebut kiranya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan program Jamkesmas, sebagaimana di atur di dalam SK menteri Kesehatan No.125 tahun 2008, tentang Pedoman Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat.
  2. Untuk melakukan verivikasi ulang terhadap masyarakat peserta penerima Jamkesmas. Hal ini penting dilakukan, untuk memastikan bahwa kepesertaan penerima Jamkesmas benar-benar tepat sasaran. Karena berdasarkan temuan DEWAN KESEHATAN RAKYAT (DKR), di dapati bahwa banyak terdapat kekeliruan terhadap masyarakat penerima Jamkesmas (program tersebut tidak tepat sasaran). Menurut kami hal itu dapat terjadi, karena sebelumnya pemerintah daerah tidak melakukan pendataan secara detail dan mendalam terhadap masyarakat calon penerima Jamkesmas. Adalah yang terjadi, pemerintah daerah hanya menggunakan data-data kemiskinan yang lama, yang diragukan tingkat akurasinya.
  3. Untuk memasukkan anggaran 5% di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hal tersebut harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah, agar daerah ikut bertanggung jawab secara nyata dalam mengemban amanat konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan yang baik dan berkwalitas secara adil dan merata.



Demikianlah pernyataan ini kami sampaikan, untuk kiranya dapat diindahkan oleh seluruh Kepala Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan.



Palembang, 9 September 2008

Dewan Kesehatan Rakyat ( DKR )

Sumatera Selatan.


Sabtu, 06 September 2008

IPB Temukan Spesies Hewan Langka di Areal HPH

Sabtu, 30 Agustus 2008 - 23:36 wib

PALEMBANG - Perusahaan penghasil bubur kertas PT Musi Hutan Persada (MHP) harus lebih perhatian terhadap konservasi lingkungan. Pasalnya, di dalam areal konsesi lahannya ditengarai merupakan perlintasan satwa liar di Sumatra Selatan.

Spesies yang termasuk hewan dilindungi itu di antaranya harimau sumatra (Panthera tigris sumatrensis, Linnaeus, 1758), musang (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas, 1777), gajah sumatra (Elephas maximus, Linnaesu, 1758), kera (Macaca fascicularis, Raffles, 1821), dan rangkong (Buceros rhinoceros).

Seperti disimpulkan dalam laporan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), kawasan hutan yang terletak dalam Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Tanaman Industri (TI) PT MHP tidak termasuk sebagai kawasan hutan yang dapat mempertahankan populasi spesies yang ada di alam secara layak.

"Pengelolaan terhadap HCVF (High Conservation Value Forest) atau kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi, yang dilakukan PT MHP atas HCVF tipe 1 dan 2 dinilai telah memenuhi beberapa komponen. Penilaian itu penting agar mereka mendapatkan sertifikasi lingkungan," kata Hadi Jatmiko, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel kepada okezone di Palembang, Jumat (29/8/2008).

Hadi menyebutkan terdapat spesies hampir punah dalam konsesi HPHTI PT MHP mengacu hasil identifikasi dan analisis keberadaan HCVF yang diterbitkan perkebunan raksasa itu bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan IPB.

"Dengan luas hutan yang dikelola 296.400 hektare di Benakat, Subanjeriji, dan Martapura, PT MHP tergolong perkebunan raksasa. Proporsinya berkisar 2,6 persen dari sisa kawasan hutan 11.385.000 hektare di Pulau Sumatra," tegas Jatmiko.

Antara tahun 1985-2003, sambung dia, laju penurunan hutan di Sumatra mencapai 21 persen dari semula 23.324.000 ha. "Tak heran bila akibatnya fauna langka bukan kembali ke habitatnya melainkan populasinya jadi makin sedikit karena Sumatra tiada lagi menyediakan hutan di alam yang baik untuk menghidupi binatang," tutup Hadi.