Senin, 31 Maret 2008

ayat-ayat cinta dan perpolitikan di indonesia

saat lagi pusing Buat laporan Penelitian CSR ku, aku buka - buka surat masuk di email ku kebanyakan membahas soal kejadian bentrok antara PKL, mahasiswa,petani, nelayan,buruh dan miskin kota dengan aparat kepolisian beserta preman yang terindikasi bayaran walikota kendari pada tanggal 26-29 maret 2008,eh aku lihat ada postingan yang judul sangat menarik untuk aku baca dengan cermat yaitu tentang film yang sedang menjadi perbincangan di semua kalangan baik itu anak-anak,ABG maupun pejabat - pejabat negara, film Ayat -ayat cinta yang menurut teman ku saat dia lagi iseng-iseng browsing dia coba membandingkan berita tentang kasus kekerasan atau kejadian Kendari versi berita tentang ayat ayat cinta ternyata berita film ayat-ayat cinta jumlahnya mencapai 1,87 juta di yahoo dan 1,5 juta di google, semantara berita tentang penggusuran dan kekerasan terhadap PKL hanya mencapai 24.800 di google dan 22.700 di yahoo.ternyata benar apa yang pernah aku dengar dari teman-teman bahwa rakyat Indonesia itu hampir rata rata bodoh dan dibodohi.
ini aku coba posting tulisan yang kutemukan email ku yang mencoba mengkritisi dinamika perfilman indonesia dan di include kan dengan dinamika islam, dan politik.
Sisi Lain Film Ayat-Ayat Cinta, dan Kontekstualnya dengan Indonesia


Ayat-ayat cinta memberikan bukti bahwa audiovisual sangat bermanfaat
jika digunakan untuk kebaikan dan sebaliknya akan sangat berbahaya
jika digunakan untuk sebuah kejahatan dan merusak.

1. Walaupun ada rasa syukur lihatlah lebih dalam dibalik ini
Saya berterima kasih kepada yang buat film itu dikaitkan dengan
Indonesia, pertama film ini berhasil menghimpun orang Indonesia untuk
punya perhatian kembali karena mulai disebutkan telah ditonton lebih
dari 3 juta orang dalam waktu singkat sampai Presiden dan Wapres serta
beberapa anggota cabinet juga telah menonton film ini. Artinya ada
media yang dapat memfokuskan orang Indonesia termasuk petinggi
negaranya yaitu Dongeng. Yang Kedua pada film itu jika seseorang
beriman maka setelah taaruf lebih baik menikah dan tidak usah pakai
peluk pelukan dan cumbu cumbuan hal ini sejalan dengan kesetujuan saya
agar situs porno diblokir saja sampai zaman berubah terutama di
Indonesia. Ketiga, saya biasanya kalau menonton film maka biasanya
setelah film selesai biasanya penonton punya lagak sendiri hanya
diakhir film ini ternyata benar banyak penonton yang menangis,
pertanyaannya apakah kagum sama aisyah, sedih melihat nasib maria
karena berbagai alasan apakah karena kematiannya akibat penyakit atau
karena gontah-ganti keyakinan sebelum kematiannya?.


Diwarungplus.com ada komentar Pertama Agak telat gw baca novelnya. setelah itu, liat pilemnya dari
download di situs kebanggaan anak indonesia ini. Eh ternyata filmnya ......... ANJING!!!!
ini film kok jadi gk kena sama novelnya?!!! gw bukan pengen di samain sama novelnya,tapi kok bener2 bukan ayat-ayat cinta-nya kang abik deh?!!!
jadinyaayat-ayatindia!!Najis abis dah filmnya!

Film ini lebih menandakan kebangkitan India, maksudnya bangsa India
memang hebat dan kita harus bangga karena Punjabi merasa Indonesia dan
bagi bangsa Indonesia kita bangga bisa membuat bangsa yang dulunya
berasal darimanapun bisa hebat berkarya di Indonesia. Kita tahu juga
Punjabi banyak jasanya kepada Indonesia dan ternyata berusaha
membangkitkan Indonesia serta budaya Islam sehingga ketajaman visi
Punjabi sebagai orang film perlu diberikan penghargaan yang selayaknya
apalagi telah berhasil menarik bukan hanya lebih dari 10 juta penonton
mungkin pada akhirnya tetapi juga Presiden dan wakil Presiden serta
anggota cabinet yang seharusnya lebih terharu melihat kisah nyata di
negeri yang dipimpinnya dimana, seorang Ibu kandung membunuh anaknya,
sistim rentenir yang menjerat petani dan nelayan serta nasib pekerja
yang terombang ambing, para sarjana nganggur akibat perekonomian
Indonesia belum pulih juga. Terlepas dari semuanya terima kasih Raam
Punjabi dan semoga Deddy Mizwar dan Kang Didi Petet serta Butet
kertarajasa segera tersentak dan bersama Mas Eros Djarot membuat Film
yang dahsyat karena ternyata FILM masih bisa jadi alat komunikasi
dahsyat. Khusus kepada Mas Eros Djarot, saya memang mengaguminya bukan
hanya karena Badai Pasti berlalu dan Cut Nyak Diennya saja tetapi
dalam pandangan saya Mas Erot punya energy yang kuat untuk dalam
menciptakan karya fenomenal dan mampu merubah dari pola sebelumnya.
Tidak akan ada musik kaya band-band Indonesia yang ada sekarang tanpa
ada Badai Pasti Berlalu begitu juga Film Cut Nyak Dien, dan Yang
paling penting dibalik itu semua Mas Eros Djarot sangat kuat semangat
dan kerja kerasnya.

2. Keprihatinan ketika melihat Film itu dan implikasinya
Sungguh konyol jika seorang anak tukang tape sekolah jauh jauh ke
Mesir jika yang disorotinya lebih kepada bagaimana caranya ia
mendapatkan 2 orang Istri. Bagaimana mungkin merasa bangga jika
seorang yang sekolah untuk kemaslahatan dan agama jika pengalamannya
disederhanakan Cuma pacaran dan bolak balik ke rumah sakit, penjara
dan ngurusi perkawinannya…..,kapan ia ngurus agama dan kesempatan
membangun gerakan untuk mendialektikakan keyakinanannya sehingga
terimplementasi menjadi sebuah kehidupan yang sesuai dengan ajaran dan
keyakinannya.

Dari sudut ini saya melihat bahwa film ini juga berpotensi seperti
"sinetron penampakan yang telah berhasil mematikan akal sehat
diberbagai kalangan di Indonesia sehingga menjadi tidak peka dan
kehilangan rasa kemanusiaannya. Bagaimana urgensinya menjawab ketika
para santri menanya apakah kiai, dulu ketika di Mesir kerjanya tidak
lebih seperti "Tokoh Fachry didalam ayat ayat cinta yang begitu
teganya berteriak memerintahkan istrinya aisyah yang sedang hamil
untuk mencarikan suster , akibat istrinya yang satunya mengalami
sesuatu yang dianggapnya fatal?. Kenapa bukannya ia yang lari mencari
Dokter karena ia tahu bahwa istrinya sedang hamil sehingga jika
istrinya mengalami kecelakaan akan berakibat fatal bagi bayinya dan
istrinya?. Apakah tindakan seperti ini bisa dikatakan Islami?. Saya
kira kita harus malu kepada istri kita jika dalam pikiran kita
menganggap tindakan Fachry , benar.

Saya juga merasa malu, ketika melihat ada Ustadz yang meminta fachry
menikahi Nurul. Padahal pada kenyataannya seperti yang dilihat diFilm
bahwa ternyata Nurul tidak benar. Bukankah dengan contoh seperti tadi
juga bisa memunculkan semakin banyaknya keraguan bahwa ternyata juga
Ustadz bisa salah. Jika bisa salah masih bisa dikatakan manusiawi
bagaiman jika yang berkembang kepada masyarakat yang Non Muslim
dijadikan fitnah seperti dalam film itu juga dimana ternyata Ustadz
bisa dibayar, apakah ini justru tidak merugikan umat Islam?.

Saya juga tidak mengerti kenapa Pak Din Syamsudin harus sampai
mendorong orang melihat film ini?. Apakah masih perlu membuktikan
bahwa beliau memang didengar atau ini cerita bisnis?. Jika ini dalam
kerangka syiar agama saya merasa kalaupun ada soal yang bisa dikatakan
islami seperti tidak menyentuh wanita yang bukan muhrim, jujur dan
bisa dipercaya, tidak pamrih menolong dan pesan agar taat terhadap
ajaran agama hanya jika Film ini dikatakan sebagai syiar, saya lebih
suka mengatakan bahwa Film ini katakanlah berniat untuk syiar tetapi
pada kenyataanya hanyalah sebuah hiburan yang lumayan dalam memberikan
beberapa pelajaran. Kesimpulannya terlalu berisiko jika tokoh agama
sebuah organisasi besar memasang kredibilitasnya sebagai advertising
apalagi sampai Presiden dan wapres diliput media masa setelah menonton
film ini secara terbuka.

Khusus soal Presiden, saya kembali khawatir jika setelah menonton film
ini apalagi pakai nangis, maka kejadian di Gunung merapi kejadian lagi
dimana Presiden dikritik akibat bermain gitar dikaki gunung merapi
setelah melakukan kunjungan kesana. Begitu juga ketika Presiden
meluncurkan albumnya, yang bahaya jika rakyat menganggap bahwa
kerjanya para pemimpin Negara hanyalah bersenang senang, padahal yang
saya dengar pemerintah sedang berusaha dengan susah payah mencarikan
jalan keluar bagi bangsa Indonesia hanya beberapa anggota cabinet
sulit dikendalikan karena lebih terinspirasi "Ghanimah untuk partai
dan golongannya", saya jadi bingung mana yang benar?.

Saya tidak peduli dalam soal citra para pemimpin Indonesia hanya yang
ingin saya sampaikan, apakah tidak merusak iklim secara keseluruhan
lagi jika para tokoh pemerintahan jika diseret seret pake nonon film
ayat ayat cinta ini?. Katakanlah film ini membuktikan bahwa bangsa
Indonesia membutuhkan cinta, kasih sayang dan perlindungan dalam
kehidupannya?. Bukankan pemerintah lebih baik mendelivernya segera
bukan malahan para pejabat pemerintahan Indonesia ramai ramai nonton
film ini. Bagai mana jika mulai Gubernur sampai camat dan lurah, RW/RT
nonton Film ini. Begitu juga dari panglima dan kapolri sampai Korem
dan Kapolsek juga nonton film ini?. Begitu juga menteri dan para ketua
partai juga nonton film ini.

Hasilnya silakan saja diprediksi?.

3. Film Ayat ayat Cinta cukup membuktikan bahwa audiovisual dahsyat
pengaruhnya.
Saya saat ini sangat bersyukur kepada yang pernah memberikan pekerjaan
kepada saya dan Allah SWT sehingga beberapa saat lamanya saya berada
di Melbourne. Saat ini saya sudah terbebaskan dari kecanduan menonton
TV. Sekarang jika saya menonton TV pusing akibat melihat berita
beritanya hanya menampilkan keburukan dan tidak memotivasi untuk
melakukan kebaikan atau dapat dijadikan contoh bagi saya dalam
menjalankan kehidupan maupun berwiraswasta.

Saya pusing juga melihat acara sinetron yang saya khawatirkan diikuti
oleh generasi penerus kita semua sehingga budayanya seperti yang
ditayangkan di sinetron. Apakah semua acara TV memuakan, tentu saja
tidak national geographic yang diambil dari televisi asing juga bagus
begitu juga Tukul dengan 4 matanya, kadang kadang extravagansanya
Aming juga menarik selebihnya acara musik dan pembinaan moral juga
lumayan menarik. Barangkali jika dari acara TV ikutan menyemangati
warga supaya lebih creative, mandiri dan mendapatkan pelajaran
pengalaman dari yang telah berhasil sehingga bisa menjadi berhasil
maka alangkah bermaslahatnya TV itu. Acara berbagai kompetisi yang
diputuskan oleh banyaknya sms tetapi beberapa kalangan menyebutkan
metode ini juga sudah tidak murni, saya Cuma bingung sampai saat ini
mana yang benar?. Mungkin ada baiknya TV TV local lebih mengedepankan
potensi lokalnya. Daerah tertentu mungkin potensinya olah raga karena
dengan olah raga kehidupan dan kesejahteraannya . misalnya saja papua
sepakbola, athletic, bola voly, basket dan tinju sangat mungkin
merubah kehidupan disana. Hanya jika bali dan manado barangkali yang
paling menarik jika hal hal yang berkaitan dengan Pariwisata yang
didialektikakan dan disosialisasikan serta ditumbuh kembangkan. Batam
barangkali lebih kepada bagaimana menjadi singapura atau buffernya
singapura. Riau, Kalimantan barat, selatan dan Timur dan Nusa
tenggara sama dalam hal pertambangan sehingga pengalaman buruk dan
sukses story pertambangan harus menjadi cerita rakyat sehingga rakyat
pada daerah tersebut dapat waspada dan tepat dalam mengambil keputusan.

Dari semua ini ayat ayat cinta memberikan bukti bahwa audiovisual
sangat bermanfaat jika digunakan untuk kebaikan dan sebaliknya akan
sangat berbahaya jika digunakan untuk sebuah kejahatan dan merusak.

4. Nilai nilai yang tertanam suatu ketika akan sangat menentukan
kehidupan berbangsa.
Pada daerah daerah tertentu beberapa kawan telah mengingatkan saya
bahwa cerita yang didesain menjadi sebuah legenda sudah dikembangkan.
Kapan mulainya dan bagaimana mereka melaksanakannya kita semua perlu
mengetahuinya jika kita masih mencintai republic Indonesia.

Kenapa sedemikian berbahayanya karena apakah tahun depan, 5 tahun lagi
atau sepuluh tahun lagi dan seterusnya jika cerita yang berkembang
sekarang ini apalagi disertai dengan cerita pembusukan para pemimpin
bangsa Indonesia, krisis ekonomi dan juga berhasilnya mematikan akal
sehat bangsa Indonesia maka hasilnya hampir pasti bangsa Indonesia
akan masuk kedalam situasi yang dulu pernah terjadi terhadap bangsa
ini. Saya secara pribadi dan beserta kawan kawan yang selama ini
bersama sangat prihatin dan tidak akan pernah behenti melakukan
penyadaran akibat bahayanya.

Hilangnya ilmu bumi pada sekolah dasar, semua kegiatan budaya dan oleh
raga menjadi kegiatan hapalan juga perlu dicurigai bagian dari usaha
mematikan akal sehat bangsa Indonesia. Pada kalangan yang lebih mampu
kata kata bahwa kita untuk apa ngurusi Negara, Negara juga tidak
pernah ngurus kita dan untuk apa berbentuk Indonesia tetapi miskin dan
sengsara disbanding seratus Negara berdiri di nusantara ini tetapi
mampu mewujudkan keadilan an kesejahteraan. Pertanyaannya apakah jika
Indonesia jadi 100 bukan malahan lebih mudah lagi diadu dombanya
sehingga bukan sejahtera malahan nistalah yang didapat karena jika adu
domba berhasil kita akan saling membunuh saudara sendiri, auzubillah
bin zalik. Pertanyaannya apakah kesejahteraan dan keadilan akan ada
jika jika kedaulatan Negara sudah tidak ada?.

Kembali lagi apa yang hidup sebagai sebuah keyakinan akan sangat
menentukan akal sehat dan semangat sebuah bangsa dalam mewujudkan cita
cita bangsanya. Cita cita bangsanya akan sangat ditentukan nilai nilai
yang diyakininya serta bagaimana bangsa itu mengimplementasikannya.

Oleh karenanya, kembali kepada bangsa Indonesia sendiri apakah kita
hanya akan puas menangis dan terharu atau merasa mendapatkan sesuatu
setelah menonton ayat ayat cinta atau mulai hari ini kita melakukan
sebuah perubahan dengan menggunakan media audiovisual sebagai sarana
perubahan berbagai hal dalam rangka mendapatkan kemaslahan bagi
Indonesia tentunya bangsanya. Dengan fenomena ini Kenapa pemerintah
Indonesia tidak memanfaatkan momentum itu dalam rangka melakukan
berbagai hal dengan menggunakan metode yang telah gamblang kita
saksikan. Bekerja diluar negeri, pentingnya mempertahankan kedaulatan
Negara. Rakyat sengsara akan dekat dengan dosa, korupsi terbukti
membawa bencana. Kebebasan tanpa tanggung jawab akan menghasilkan
bencana dan FILM Menjadi presiden artinya siap berdosa dan tidak enak
walau sangat mungkin memberikan kemaslahan kepada bangsa Indonesia
tetapi jika untuk kesenangan dan kenikmatan ini pastilah bencana besar
bagi diri dan keluarga.serta bangsa Indonesia. Atau film sejarah tidak
ada yang ngotot akhirnya menjadi pemimpin di Indonesia…sehingga yang
kepilih atau menjadi presiden / pemimpin di negeri ini biasanya karena
ditindas, dipermalukan, dijebloskan karena dipersepsikan bermoral atau
berjasa. Dll.

5.Bagaimana dengan 2009?
Kondisi Indonesia sekarang ini ada yang mengatakan sangat aneh jika
sampai 2009 tidak terjadi rusuh karena berbagai indikatornya sudah
menunjukan seharusnya segera terjadi kerusuhan. Mas bayu, mengatakan
kepada saya bahwa saat ini sebenarnya banyak anak anak muda yang tidak
paham politik dan sebenarnya mereka hanya lebih asyik dengan hidupnya
tetapi mereka melihat bahwa jika sekarang terjadi rusuh lagi maka
kondisinya akan sangat merugikan bangsa Indonesia. Kita akan mundur
beberapa tahun kebelakang. Dan budaya yang terbangun setelah kerusuhan
butuh waktu lama untuk bisa menjadi normal kembali.

Lalu apa hubungannya dengan ayat ayat cinta dan audiovisual?. Dengan
melihat kondisi seperti itu bukan kan kita akan sangat rawan jika
meneruskan pola kampanye model yang selama ini ada. Kenapa kita tidak
memulainya denga cara yang baru dengan belalar dari fenomena yang ada
sekarang ini.

Pesan kang Sofyan kepada saya bahwa kita harus benar benar
memanfaatkan kondisi kampanye dalam pilkada dan apalagi pilpres itu
harus sebagai sarana membahagiakan orang banyak atau warga setempat.
Bahasanya begini, cobala kita berempati sedikit kepada rakyat sehingga
nasi bungkus, kaos dan kegembiraan terasa kepada masyarakat yang
daerahnya sedang mengalami Pilkada atau nanti pada saat Pilpres dan
Pemilu 2009. rakyat semakin jarang memakan makanan bergizi seperti
daging sapi, ayam, rending dan telor serta ikan. Jika pada saat
kampanye cobalah lihat mereka begitu menikmatinya serta mereka juga
jalan-jalan ada yang mengongkosinya untuk beli bensin atau naik
kendaraan umum gratis setelah itu nonton musik dan ikut bergoyang. Hal
ini sungguh membahagiakan. Saya kira penilaiannya dari sisi ini
sungguh tajam.

Dengan mempertimbangkan ini barangkali proses kampanye sebaiknya
memang tetap ada hanya barangkali bagaimana jika mulai saat ini Partai
beberebut buat Film yang mensosialisasikan nilai nilai partainya dan
memunculkan berbagai bukti kedekatan dan keberhasilannya mendorong
rakyat menjadi mandiri atau menolong rakyat?. Dengan metode ini
Indonesia bebas fitnah diantara sesama partai dan partai lebih
didorong memotivasi rakyat. Setiap kota memutar filmnya dan para calon
pemilih diberikan tikect gratis atau bayar murah tetapi setelahnya
tokoh partai menyampaikan pesannya sekaligus rakyat dapat makan ,
hiburan dan motivasi untuk berbuat terbaik untuk dirinya, Indonesia
dan partainya.

Dalam hal Partai politik dimana saya menyepakatinya sebagai salah satu
sarana untuk mewujudkan Negara Demokatis dan berkedaulatan serta mampu
mewujudkan cita cita kemerdekaan Indonesia

Seorang sopir taksi pada hari sabtu 29 maret meningatkan saya bahwa
akibat urutan kepentingan lah maka partai politik menjadi rusak:
1. Kepentingan no satu adalah kalian seluruh anggota partai harus mati
matian dan mendorong serta mengusahakan agar partai menang pemilu dan
mendorong ketua partai menjadi Presiden.
2. Kepentingan no dua, adalah kalian seluruh anggota partai harus
menjaga dan memuliakan seluruh keluarga dan pengikut setiap ketua umum
partai agar selamat dan mendapatkan kemuliaan dimanapun berada.
3. Kepentingan no 3, segenap partai jangan ganggu dan harus ikut
mengamankan kalau ia koruptor selama ia menyumbang partai apalagi
bersedia menjadi bendahara partai sehingga partai tidak lagi kesulitan
dana.
4. Kepentingan no 4, seluruh anggota partai harus dekat dengan rakyat
agar bisa memanfaatkan rakyat supaya memilihnya sehingga hal itu akan
memperkuat partai.
5. Kepentingan no 5, seluruh anggota partai harus mampu meyakinkan
rakyat jelata bahwa jika rakyat memilih mereka sehingga pemimpin
partai menjadi presiden dan banyak anggota partai duduk diparlemen
maka paling tidak rakyat akan dijanjikan diperhatikan nasibnya.

Sopir taksi ini menambahkan , katanya jika kondisinya seperti ini maka
benar bahwa ada sinyalemen yang menyetakan Partai hanya punya
kepentingan 2 jika belum berkuasa bagaimana merebut kekuasaan dan jika
sudah berkuasa maka bagaimana mempertahankan kekuasaan?.

Apapun yang terjadi saat ini itulah gambaran yang ada, semoga fenomena
ayat ayat cinta dapat diambil hikmahnya dan bermanfaat bagi bangsa
Indonesia.


Agus Muldya Natakusumah
IndoSolution

Selasa, 25 Maret 2008

TANJUNG API-API, NASIB HUTAN MANGROVE DAN NASIB RAKYAT SUMATERA SELATAN


Oleh : Hadi jatmiko Aktivis Lingkungan,Wakil Sekretaris DPW Sarekat Hijau Indonesia ( SHI ) Propinsi Sumsel


Ar-Ruum (31): 41
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Firman ALLAH diatas sangatlah baik untuk kita jadikan sebagai bahan mengevaluasi dan merefleksikan diri, atas semua kejadian alam yang terjadi saat ini. Banjir, Tanah Lonsor dan Gempa Bumi yang terjadi, bukanlah sebuah kejadian alam yang murni seperti yang dikatakan oleh Pejabat ( Birokrat ) “Bencana alam adalah takdir yang maha kuasa“. Pernyataan ini menurut penulis, adalah cara yang digunakan oleh pejabat ( Birokrat ) untuk mengarahkan pemikiran rakyat sebagai korban dari Bencana alam agar berpikir bencana yang menerpa mereka adalah sebuah takdir yang di berikan oleh ALLAH kepada Umatnya , sehingga para pembuat Undang - undang dapat terus memproduksi Undang- Undang yang mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan Alam. Salah satu contohnya yaitu dikeluarkannya PP No 2 Tahun 2008 tentang ”jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada departemen kehutanan” yang saat ini terus menjadi polemik di masyarakat.

Saat ini Pemerintah Propinsi Sumatera selatan sedang gencar –gencar nya mempromosikan Pembangunan Pelabuhan Tanjung api-api yang Lokasinya berada di Kabupaten Banyuasin, 70 KM dari kota Palembang dan di perkirakan akan menghabiskan dana ± Rp 7 Triliun. Harapan pemerintah dpelabuhan ini, akan menjadi salah satu Pelabuhan Internasional yang ada di Indonesia.

Adapun Ide untuk membangun Pelabuhan Tanjung api-api telah di gulirkan sejak masa kepemimpinan Gubernur H Asnawi Mangku Alam, dan H Sainan Sagiman. Serta Dua mantan gubernur Sumsel belakangan, yaitu H Ramli Hasan Basri yang memerintah selama dua periode, H Rosihan Arsyad, namun semua mimpi – mimpi serta harapan dari para pemimpin tersebut tidak bisa menjadi kenyataan saat kekuasaan masih berada di tangan Mereka.

Proyek Pelabuhan Tanjung api-api akan dibagi dalam 3 bagian yaitu kawasan pelabuhan seluas 13.000 Ha, kawasan utilitas seluas 9.324,35 Ha dan 4.000 Ha akan digunakan sebagai kawasan penunjang, sehingga jika di jumlahkan dari 3 kawasan tersebut menjadi 26324,35 Ha. dari Luas kawasan tersebut terdapat kawasan Hutan Mangrove yang panjang ± 30 KM termasuk sebagai Kawasan Hutan Mangrove terpanjang di Asia, serta jarak dari Lokasi yang akan dilakukannya pembangunan Mega proyek ini sangatlah berdekatan ± 5 Km.dengan Taman Nasional Sembilang ( TNS ) yang dilindungi oleh Undang-Undang ( KepMen No.95/kptsII/2003 )

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus), dan tempat persinggahan burung-burung migrant. dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh International Union of Coservation Nature and Natural Resource-Crocodile Specialist Group (IUCN CSG) dan Wetlands International di Lokasi yang akan di bangun Mega proyek ini terdapat spesies dari buaya Sinyulong (Tomistoma schlegeli). yang berdasarkan Kepmen no 32 tahun 1990 spesies ini diketegorikan mendapat perlindungan No 1 di Indonesia karena sedang mengalami kepunahan.
Hutan Mangrove adalah pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai, menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya yang diantaranya endemic.

Dari hal diatas Fungsi Hutan Mangrove tersebut dapat di spesifikan menjadi 3 Fungsi yaitu Fungsi fisik: Secara fisik hutan atau ekositem mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindingi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah. Fungsi Biologi: Secara biologi hutan atau ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustasea lainnya serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota. Fungsi ekonomi atau fungsi produksi. Selain mempunyai fungsi dan manfaat seperti tersebut di atas, ekosistem dan hutan mangrove juga sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Anggaran untuk pembanguan Mega proyek ini seperti yang telah ditulis diatas sangat lah besar yaitu ± 7 triliun sedangkan APBD propinsi sumatera Selatan untuk Tahun 2007 hanya 2,3 Triliun tidak sampai 50 % dari anggaran Proyek sehingga strategi yang dipakai Pemerintah untuk membiayai proyek ini dengan cara Pembiayaan APBD Jamak yang artinya setiap Tahun di dalam Anggaran APBD propinsi Sumatera Selatan terdapat Sub anggaran untuk Proyek ini.sedangkan untuk investor yang berminat menginvestasikan uangnya sampai saat ini belum ada kejelasan

Dari banyaknya Faktor diatas inilah yang mungkin dijadikan pertimbangan oleh para Pemimpin Sum-sel terlebih dahulu untuk tidak melaksanakan Proyek ini. Tetapi hal ini berbeda dengan Pemerintahan atau Pemimpin sum-sel saat ini walaupun banyak dampak dan protes yang dilakukan oleh Organisasi Lingkungan dan Masyarakat, Pemerintah masih tetap keras kepala untuk terus melanjutkan Mega Proyek ini, hal ini memunculkan Pertanyaan bagi masyarakat ada apa dengan Proyek ini?. Kalo seandainya Pemerintah beralasan bahwa dengan adanya Pelabuhan Internasional dan Nomor 1 di Asia ini akan berdampak dengan kenaikan Pendapatan Asli Daerah dan mensejahterakan Rakyat maka penulis merasa pesimis karena Singapura yang memiliki Pelabuhan terbesar di Asia pasti tidak akan merelakannya dan mungkin akan melakukan Upaya apapun untuk Mempertahan pendapatan terbesar Negara nya. sehingga apabila kondisi ini terjadi apakah pemerintah Sumatera Selatan akan mampu bersaing?. Telah banyak proyek-proyek besar dan mega proyek - mega proyek besar yang direalisasikan oleh pemerintah Sumatera Selatan salah satu contohnya program ” Visit Musi 2008 ” yang telah menghabiskan uang bermilyaran Rupiah namun setelah program ini di lounching kan pada awal Januari kemarin, tidak ada dampak signifikan terhadap meningkatnya perekonomian rakyat dan ini memunculkan pemikiran masyarakat bahwa Proyek atau program yang ada di sumatera selatan hanyalah sebuah mesin ATM bagi para pejabat untuk mengambil Uang negara dan menjadikan nya sebagai panggung untuk dikenal (pencitraan).bagaimana dengan Mega proyek Pelabuhan Tanjung api-api apakah Proyek ini pun masuk dalam Kategori ini?.

Selasa, 11 Maret 2008

Renungan Seorang Penyair Dalam Menanggapi Kalabendu
“Megatruh Kambuh”



Renungan Seorang Penyair Dalam Menanggapi Kalabendu
Penyair besar Ronggowarsito, di pertengahan abad 19,
menggambarkan zaman pancaroba sebagai “Kalatida” dan
“Kalabendu”.

Zaman “Kalatida” adalah zaman ketika akal sehat
diremehkan. Perbedaan antara benar dan salah, baik dan

buruk, adil dan tak adil, tidak digubris. Krisis moral
adalah buah dari krisis akal sehat. Kekuasaan korupsi
merata dan merajalela karena erosi tata nilai terjadi
di lapisan atas dan bawah.

Zaman “Kalabendu” adalah zaman yang mantap
stabilitasnya, tetapi alat stabilitas itu adalah
penindasan. Ketidakadilan malah didewakan. Ulama-ulama
menghianati kitab suci. Penguasa lalim tak bisa
ditegur. Korupsi dilindungi. Kemewahan dipamerkan di
samping jeritan kaum miskin dan tertindas. Penjahat
dipahlawankan, orang jujur ditertawakan dan
disingkirkan.

Gambaran sifat dan tanda-tanda dari “Kalatida” dan
“Kalabendu” tersebut di atas adalah saduran bebas dari
isi tembang aslinya. Namun secara ringkas bisa
dikatakan bahwa “Kalatida” adalah zaman edan, karena
akal sehat diremehkan, dan “Kalabendu” adalah zaman
hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan
tata kebenaran dijungkir-balikkan secara merata.

Lalu, menurut Ronggowarsito, dengan sendirinya,
setelah “Kalatida” dan “Kalabendu” pasti akan muncul
zaman “Kalasuba”, yaitu zaman stabilitas dan
kemakmuran.
Apa yang dianjurkan oleh Ronggowarsito agar orang bisa
selamat di masa “Kalatida” adalah selalu sadar dan
waspada, tidak ikut dalam permainan gila. Sedangkan di
masa “Kalabendu” harus berani prihatin, sabar, tawakal
dan selalu berada di jalan Allah sebagaimana tercantum
di dalam kitab suciNya. Maka nanti akan datang secara
tiba-tiba masa “Kalasuba” yang ditegakkan oleh Ratu
Adil.

Ternyata urutan zaman “Kalatida”, “Kalabendu”, dan
“Kalasuba” tidak hanya terjadi di kerajaan Surakarta
di abad ke 19, tetapi juga terjadi di mana-mana di
dunia pada abad mana saja. Di Yunani purba, di
Romawi,, di Reich pertama Germania, di Perancis, di
Spanyol, Portugal, Italia, Iran, Irak, India, Russia,
Korea, Cina, yah di manapun, kapanpun. Begitulah
rupanya irama “wolak waliking zaman” atau “timbul
tenggelamnya zaman”, atau “pergolakan zaman”. Alangkah
tajamnya penglihatan mata batin penyair Ronggowarsito
ini!
Republik Indonesia juga tidak luput dari “pergolakan
zaman” serupa itu. Dan ini yang akan menjadi pusat
renungan saya pagi ini.

Namun sebelum itu perkenankan saya mengingatkan bahwa
menurut teori chaos dari dunia ilmu fisika modern
diterangkan bahwa di dalam chaos terdapat kemampuan
untuk muncul order, dan kemampuan itu tidak tergantung
dari unsure luar. Hal ini sejajar dengan pandangan
penyair Ronggowarsito mengenai “Kalasubo”. Kata Ratu
Adil bukan lahir dari rekayasa manusia, tetapi seperti
ditakdirkan ada begitu saja. Kesejajaran teori chaos
dengan teori pergolakan zamannya Ronggowarsito
menunjukkan sekali lagi ketazaman dan kepekaan mata
batinnya.

Melewati pidato ini saya persembahkan sembah sungkan
saya yang khidmat kepada penyair besar ronggowarsito.
Kembali pada renungan mengenai gelombang “Kalatida”,
“Kalabendu” dan “Kalasuba” yang terjadi di Republik
Indonesia.

Usaha setiap manusia yang hidup di dalam masyarakat,
kapanpun dan di manapun, pada akhirnya akan tertumbuk
pada “Mesin Budaya”. Adapun “Mesin Budaya” itu adalah
aturan-aturan yang mengikat dan dan menimbulkan
akibat. Etika umum, aturan politik, aturan ekonomi.
Dan aturan hukum, itu semua adalah aturan-aturan yang
tak bisa dilanggar begitu saja tanpa ada akibat. Semua
usaha manusia dalam mengelola keinginan dan
keperluannya akan berurusan dengan aturan-aturan itu,
atau “Mesin Budaya” itu.

Mesin Budaya” yang berdaulat rakyat, adil,
berperikemanusiaan, dan menghargai dinamika kehidupan,
adalah “Mesin budaya” yang mampu mendorong daya hidup
dan daya cipta anggota masyarakat dalam Negara. Tetapi
“Mesin budaya” yang berdaulat penguasa, yang menindas
dan menjajah, yang elitis dan tidak populis, sangat
berbahaya untuk daya hidup daya cipta bangsa.
Didalam masyarakat tradisional yang kuat hukum
adatnya, rakyat dan alam lingkungannya hidup dalam
harmoni yang baik, yang diatur oleh hukum adat.
Selanjutnya hukum adat itu dijaga oleh para tetua adat
atau dewan adat. Kemudian ketika hadir pemerintah,
maka pemerintah berfungsi sebagai pengemban adat yang
patuh kepada adat. Jadi hirarki tertinggi di dalam
ketatanegaraan masyarakat seperti itu adalah hukum
adat yang dijaga oleh dewan adat. Kedua tertinggi
adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Sedangkan
masyarakat dan alam lingkungannya terlindungi di dalam
lingkaran dalam dari struktur ketatanegaraan

Dengan begitu kepentingan kekuasaan asing, yang
politik ataupun yang dagang, tak bisa menjamah
masyarakat dan alam lingkungannya tanpa melewati
kontrol hukum adat, dewan adat dan penguasa
pemerintahan. Itulah sebabnya masyarakat serupa itu
sukar dijajah oleh kekuasaan asing.

Ditambah lagi kenyataan bahwa masyarakat dan alam
lingkungan yang bisa hidup dalam harmoni baik berkat
tatanan hukum yang adil, pada akhirnya akan melahirkan
masyarakat yang mandiri, kreatif dan dinamis karena
selalu punya ruang untuk berinisiatif. Begitulah
daulat hukum yang adil akan melahirkan daulat rakyat
dan daulat manusia. Syahdan, rakyat yang berdaulat
sukar dijajah oleh kekuasaan asing.

Memang pada kenyataannya suku-suku bangsa di Indonesia
yang kuat tatanan hukum adatnya, tak bisa dijajah oleh
V.O.C. Dan juga sukar dijajah oleh pemerintah Hindia
Belanda. Suku-suku itu baru bisa ditaklukkan oleh
penjajah pada abad 19, setelah orang Belanda punya
senapan yang bisa dikokang, senapan mesin dan dinamit.
Sedangkan Sulawesi Selatan baru bisa ditaklukkan pada
tahun 1905, Toraja 1910, Bali 1910 dan Ternate 1923
serta Ruteng 1928.

Sedangkan pada suku bangsa yang masyarakat dan alam
lingkungannya, tidak dilindungi oleh hukum adat,
rakyatnya lemah karena tidak berdaulat, yang berdaulat
cuma rajanya. Hukum yang berlaku adalah apa kata raja.
Kekuasaan asing dan para pedagang asing bisa langsung
menjamah masyarakat dan alam lingkungannya asal bisa
mengalahkan rajanya atau bisa bersekutu dengan
rajanya.
Kohesi rakyat dalam masyarakat adat kuat karena
bersifat organis. Itulah tambahan keterangan kenapa
mereka sukar dijajah. Sedangkan kohesi rakyat dalam
masyarakat yang didominasi kedaulatan raja semata
sangat lemah karena bersifat mekanis. Karenanya rentan
terhadap penjajahan. Begitulah keadaan kerajaan Deli,
Indragiri, Jambi, Palembang, Banten, Jayakarta,
Cirebon, Mataram Islam, Kutai, dan Madura. Gampang
ditaklukkan oleh V.O.C. Sejak abad 18 sudah terjajah.
Para penjajah bersekutu dengan raja, langsung bisa
mengatur kerja paksa dan tanam paksa. “Kalatida” dan
“Kalabendu” melanda negara.
Ketika Hindia Belanda pada akhirnya bisa menaklukkan
seluruh Nusantara, maka yang pertama mereka lakukan
ialah dengan meng-erosi-kan hukum adat-hukum adat yang
ada. Para penjaga adat diadu domba dengan para
bangsawan di perintahan sehingga dengan melemahnya
adat, melemah pulalah perlindungan daulat rakyat dan
alam lingkungannya. Selanjutnya penghisapan kekayaan
alam bisa lebih bebas dilakukan oleh para penjajah
itu.
Di zaman penjajahan itu hukum adat yang sukar
dilemahkan adalah yang ada di Bali karena hubungannya
dengan agama dan pura, dan yang ada di Sumatra Barat
karena hubungan dengan syariat dan kitab Allah.

Tata hukum dan tata negara sebagai “Mesin Budaya”, di
zaman penjajahan Hindia Belanda menjadi “Mesin Budaya”
yang buruk bagi kehidupan bangsa. Karena tata hukum
dan tata Negara Hindia Belanda memang diciptakan untuk
kepentingan penjajahan.

Maka ketika membangun negara, pemerintah Hindia
Belanda juga tidak punya kepentingan untuk memajukan
bangsa, melainkan membangun untuk bisa menghisap
keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan
kemakmuran dan kemajuan Kerajaan Belanda di Eropa.

Industrialisasi dilakukan dengan mendatangkan modal
asing yang bebas pajak, alat berproduksi juga
didatangkan dari luar negeri dengan bebas pajak, dan
bahan baku juga diimport dengan bebas pajak pula,
kemudian pabrik yang didirikan juga bebas dari pajak
berikut tanahnya. Yang kena pajak cuma keuntungannya.
Itupun boleh ditransfer keluar negeri. Jadi devisa
terbuka! Alangkah total dan rapi pemerintah Hindia
Belanda membangun "Mesin Budaya" penghisapan terhadap
daya hidup rakyat dan kekayaan alam lingkungan
Indonesia. Semuanya itu di kokohkan dengan "Ordonansi
Pajak 1925".

Setelah Indonesia Merdeka, ternyata cara membangun
Hindia Belanda masih terus dilestarikan oleh elit
politik kita. "Ordonansi Pajak 1925" hanya dirubah
judulnya menjadi "Undang-undang Penanaman Modal
Asing". Sehingga sampai sekarang kita sangat
tergantung pada modal asing. Pembentukan modal dalam
negeri serta perdagangan antar desa dan antar pulau
tidak pernah dibangun secara serius.

Pembentukan sumber daya manusia hanya terbatas sampai
melahirkan tukang-tukang, mandor dan operator. Kreator
dan produsir tak nampak ada. Mengkonsumsi teknologi
yang dibeli disamakan dengan ambil alih teknologi.
Bagaimana mengembangkan sumber daya manusia tanpa
menggalakkan lembaga-lembaga riset sebanyak-banyaknya!
Tanpa riset kita hanya akan menjadi konsumen dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.

Dan juga melengahkan pembentukan industri hulu,
seperti penjajah tempo dulu, itu tidak bisa diterima.
Sangat menyedihkan bahwa pabrik baja kita ternyata
tidak bisa mengolah bijih baja. Bisanya hanya mendaur
ulang besi tua.

Akibat dari tidak adanya industri hulu, industri kita
di hampir semua bidang: pesawat terbang,mobil, sepeda,
obat batuk hitam, obat flu, cabe, kobis, padi ,
jagung, ayam potong, dll, dll, dll, semua assembling!
Alat berproduksi dan bahan bakunya diimport!

Dan selagi kita belum mempunyai kemampuan menghasilkan
mesin-mesin berat dan tenaga-tenaga manusia tingkat
spesialis yang cukup jumlahnya, pemerintah kita, sejak
zaman Orde Baru, telah menjual modal alam. Akibatnya
yang memperoleh keuntungan besar adalah modal asing
yang memiliki teknologi Barat dan tenaga-tenaga
spesialis. Alam dan lingkungan rusak karena kita
memang tak berdaya menghadapi kedahsyatan kekuatan
modal asing.
Ketergantungan pada modal asing, pinjaman dari
negeri-negeri asing dan bantuan-bantuan asing,
menyebabkan pemerintah kita, dari sejak zaman Orde
Baru, bisa tersesat ke dalam politik pertanian dan
pangan dari lembaga-lembaga asing dan
perusahaan-perusahaan multi nasional.

Dengan kedok "Revolusi Hijau" kekuatan asing bisa
meyakinkan bahwa kita harus meningkatkan swadaya
pangan. Dan tanpa ujung pangkal akal sehat, pemerintah
Orde Baru menetapkan bahwa swadaya pangan itu pada
intinya adalah swadaya beras. Seakan-akan dari Sabang
sampai Merauke beras menjadi makanan utama, dan tanah
dari Sabang sampai Merauke bisa ditanami beras. Dan
solusi yang diambil untuk mengatasi kenyataan bahwa
tanah yang bisa ditanami padi itu terbatas, maka para
pakar asing menasehati agar ada intensifikasi
pertanian padi, artinya: importlah bibit padi hibrida!
Bibit asli terdesak dan akhirnya hampir punah. Bibit
hibrida perlu pupuk. Didirikanlah pabrik pupuk dengan
pinjaman asing. Pupuk itu mengandung beurat yang lama
kelamaan tanah menjadi bantat.

Termasuk dalam program intensifikasi pangan dipakailah
berbagai racun: Pestisida untuk membunuh hama tanaman.
Fumisida untuk membunuh cendawan-cendawan, terutama
cendawan di kebun buah-buahan. Herbisida untuk
membasmi gulma. Maka gulma, jenis-jenis rumput yang
ada di sela taman dan dianggap mengganggu. Sebenarnya
gulma adalah bagian dari ekosistem tanah. Bisa
disingkirkan secara sementara dengan disiangi. Tetapi
kalau ditumpas dengan herbisida maka akan lenyaplah
gulma selam-lamanya. Artinya rusaklah ekosistem. Dan
pada hakekatnya herbisida itu berbahaya untuk semua
organisme dan makhluk.

Beberapa ahli pertanian bersih hati mengatakan bahwa
intensifikasi pemakaian pestisida, fumisida, dan
herbisida ini menyebabkan agrikultur kehilangan
"kultur" dan berubah menjadi "agrisida" atau "
agriracun".
Racun dari pestisida, fumisida dan herbisida ini pada
akhirnya masuk ke tanah dan meracuni air tanah.
Sehingga penduduk yang tinggal di sekitar
perkebunan-perkebunan mengalami cacat badan dan
melahirkan bayi-bayi cacat.
Pemakaian pupuk urea menyebabkan biaya produksi pangan
naik tinggi karena padi hibrida menuntut peningkatan
jumlah pemakaian pupuk, secara lama kelamaan. Mahalnya
biaya produksi padi dan rusaknya tanah ini yang
mendorong kita tergantung pada import bahan makanan.
Maksud hati ber-swadaya pangan, tetapi hasilnya justru
ketergantungan pangan.

Agrisida yang merusak lingkungan dan sumber pangan
kita, serta explotasi modal alam dengan serakah
sebelum kita menguasai pengadaan mesin-mesin berat,
modal nasional yang kuat, dan cukup tenaga spesialis,
yang juga menusuk alam lingkungan, adalah tanggung
dari begawan-begawan ekonomi dan begawan-begawan
pembangunan di zaman Orde Baru yang masih
berkelanjutan sampai sekarang adalah salah satu faktor
"Kalabendu" yang kita hadapi saat ini. Sama beratnya
dengan korupsi dan pelanggaran terhadap hak azazi.

Pembangunan dalam negara kita juga melupakan
sarana-sarana pembangunan rakyat kecil dan menengah
kecil. Padahal mereka adalah tulang punggung yang
tangguh dari kekuatan ekonomi bangsa. Jumlahnya
mencapai 45 juta dan bisa menampung 70 juta tenaga
kerja. Sedangkan sumbangannya pada Gross National
Product adalah 62%. Lebih banyak dari sumbangan BUMN.
Namun begitu tidak program pemerintah dengan positif
membantu usaha mereka: Jalan-jalan darat yang menjadi
penghubung antar desa, yang penting untuk kegiatan
ekonomi, rusak dan tak terurus. Bahan baku selalu
terbatas persediaannya. Banyak bank yang tidak ramah
kepada mereka. Grosir-grosir mempermainkan dengan
check yang berlaku mundur. Dan pemerintah tidak pintar
melindungi kepentingan mereka dari permainan
kartel-kartel yang menguasai bahan baku.

Dari sejak abad 7 telah terbukti bahwa rakyat kecil
menengah itu sangat adaptif, kreatif, tinggi daya
hidupnya, ulet daya tahannya. Di abad 7 mereka yang
seni pertaniannya menanam jewawut, dengan cepat
menyerap seni irigasi dan menanam padi serta berternak
lembu yang dperkenalkan oleh Empu Maharkandia dari
India Selatan. Selanjutnya mereka juga bisa menguasai
seni menanam buah-buahan dari India semacam sawo,
mangga, jambu, dsb. Bahkan pada tahun 1200, menurut
laporan "Pararaton", mereka sudah bisa punya
perkebunan jambu. Begitu juga mereka cepat sekali
menyerap seni menanam nila, bahkan sampai
mengekspornya ke luar negeri. Begitu juga mereka
adaptif dan kreatif di bidang kerajinan perak, emas,
pertukangan kayu dan pandai besi, yang semuanya itu
dilaporkan dalam kitab "Pararaton".

Di jaman Islam masuk dari Utara, mereka juga cepat
beradaptasi dengan tanaman-tanaman baru seperti
kedele, ketan, wijen, soga, dsb. Dengan cepat mereka
juga belajar membuat minyak goreng, krupuk, tahu,
trasi, dendeng, manisan buah-buahan, dan kecap. Bahkan
dengan kreatif mereka menciptakan tempe. Di bidang
kerajinan tangan dengan cepat mereka menyerap seni
membuat kain jumputan, membuat genting dari tanah,
membangun atap limasan, menciptaan gandok dan
pringgitan di dalam seni bangunan rumah. Pendeknya
unsur-unsur perkembangan baru dalam kebudayaan cita
rasa dan tata nilai cepat diserap oleh rakyat banyak.

Dan kemudian di jaman tanam paksa dan kerja paksa,
ketika kehidupan rakyat di desa-desa sangat terpuruk,
karena meskipun mereka bisa beradaptasi dengan tanaman
baru seperti teh, kopi, karet, coklat, vanili, dsb.
Tetapi mereka hanya bisa jadi buruh perkebunan atau
paling jauh jadi mandor, tak mungkin mereka menjadi
pemilik perkebunan; namun segera mereka belajar
menanam sayuran baru seperti sledri, kapri, tomat,
kentang, kobis, buncis, selada, wortel, dsb untuk
dijual kepada "ndoro-ndoro penjajah" di perkebunan dan
"ndoro-ndoro priyayi" di kota-kota. Akhirnya bencana
menjadi keberuntungan. Petani-petani sayur mayur
menjadi makmur.
Dan sekarang meski mereka dalam keadaan teraniaya oleh
keadaan dan tidak diperhatikan secara selayaknya oleh
pemerintah, bahkan kini mereka digencet oleh kenaikan
harga BBM, toh mereka tetap hidup dan bertahan. Kaki
lima adalah ekspresi geliat perlawanan rakyat kecil
terhadap kemiskinan. Luar biasa! Merekalah pahlawan
pembangunan yang sebenarnya!

Seandainya pemerintah dan pemikir ekonomi
memperhatikan dan membela kemampuan mereka,
menciptakan sarana-sarana kemajuan untuk mereka,
mereka adalah harapan kita untuk menjadi kekuatan
ekonomi bangsa.

Tata Hukum dan Tata Negara yang berlaku sekarang ini
masih meneruskan semangat undang-undang dan
ketatanegaraan penjajah Hindia Belanda tempo dulu,
yang sama-sama menerapkan keunggulan Daulat Pemerintah
di atas Daulat Rakyat, dan juga sama-sama menerapkan
aturan politik ketatanegaraan yang memusat, dan
sama-sama pula memperteguh aturan berdasarkan
kekuasaan dan keperkasaan dan tidak kepada etika,
dengan sendirinya tak akan bisa berdaya mencegah
krisis etika bangsa, bahkan malah mendorong para kuasa
dan para perkasa untuk mengumbar nafsu jahat mereka,
tanpa ada kontrol yang memadai.
Tentu saja ada Pancasila, sumber etika bangsa yang
cukup lebar cakupannya. Tetapi ternyata Pancasila
hanyalah bendera upacara yang tak boleh dikritik, tapi
boleh dilanggar tanpa ada akibat hukumnya. Kemanusiaan
yang adil dan beradab, satu sila yang indah dari
Pancasila ternyata tak punya kekuatan undang-undang
apapun bila dilanggar oleh orang-orang kuasa atau
perkasa. Lihatlah kasus pembunuhan terhadap empat
petani di Sampang Madura, pembunuhan terhadap
Marsinah, Udin, Munir, dan pembunuhan-pembunuhan yang
lain lagi.

Para buruh Cengkareng yang mogok dan berjuang untuk
memperbaiki kesejahteraan hidupnya, dianiaya dan
diharu biru oleh petugas keamanan. Biarpun kasusnya
dimenangkan oleh pengadilan, tetapi keputusan
pengadilan tak pernah digubris dan dilaksanakan oleh
majikan pabrik. Malahan para aktivis buruh diteror
oleh para petugas keamanan dan para preman yang
dibayar oleh majikan.

Rakyat juga tak pernah menang dalam perjuangan mereka
untuk melindungi diri dari polusi yang ditimbulkan
olah limbah pabrik. Petugas keamanan selalu memihak
kepada kepentingan majikan pabrik.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan
sosial, dan kedaulatan rakyat, benar-benar tak ada
implementasinya di dalam undang-undang pelaksanaan.
KUHP, yang berlaku adalah warisan dari penjajah Hindia
Belanda yang tidak punya dasar etika.

Sungguh ironis, bahwa di dalam negara yang merdeka,
karena Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum
diremehkan, maka hukum dan undang-undang justru
menjadi sebab merosotnya etika bangsa.

Apabila para ahli hukum terlambat membahas dan
memperbaiki kenyataan adanya gap antara ius dan lex,
maka "Kalatida" akan berlaku berkepanjangan dan
masuklah kita ke alam "Kalabendu". Ah, gejala-gejala
bahkan menujukkan bahwa "Kalabendu" sudah menjadi
kenyataan. Inilah jaman kacau nilai, jaman kejahatan
menang, penjahat dipuja, orang beragama menjadi
algojo, kitab suci dikhianati justru oleh ulama,
kekuasaan dan kekayaan diperdewa. Pepatah "mikul duwur
mendem jero" sudah lepas dari konteks moralnya dan
berganti makna menjadi: kalau anda berkuasa dan
perkasa maka berdosa boleh saja!

Hukum, perundang-undangan dan ketatanegaraan yang
menghargai daulat manusia, daulat rakyat, daulat akal
sehat, dan daulat etika akan menjadi "Mesin Budaya"
yang mampu merangsang dan mengakomodasi daya cipta dan
daya hidup bangsa, sehingga daya tahan dan daya juang
bangsa menjadi tinggi. Jadi sangat penting segera para
ahli hukum membahas dan meninjau kembali mutu kegunaan
tata hukum dan tata negara Republik Indonesia dalam
menyejahterakan kehidupan berbangsa.

Bahkan menurut DR. Sutanto Supiadi ahli tata negara
dari Surabaya berpendapat, bahwa redesigning
konstitusi sangat diperlukan. Kenyataan memang
menunjukkan bahwa setiap ada amandemen untuk membatasi
kekuasaan presiden, tidak menghasilkan daulat rakyat
yang lebih nyata, melainkan hanya menghasilkan daulat
partai-partai yang lebih kuat.

Bahkan, dalam proklamasi kemerdekaan dan UUD'45 yang
asli, wilayah Republik Indonesia itu jelas
ditunjukkan. Lalu pada amandemen ke empat, disebutkan
munculnya pasal 25a, yang berbunyi: "Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang".

Tidak ada perkataan maritim di dalam rumusan itu. Nama
negara pun hanya disebut sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Padahal 60% dari negara kita
terdiri dari lautan. Jadi lebih tepat kalau nama
negara kita adalah Negara Kesatuan Maritim Republik
Indonesia.
Negara kita adalah negara satu-satunya di dunia yang
memiliki laut. Negara-negara lain hanya mempunyai
pantai. Tetapi negara kita mempunyai Laut Natuna, Laut
Jawa, Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut Banda, Laut
Aru, Laut Arafuru, Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Halmahera, Laut Timor dan Laut Sawu. Namun toh
ketatanegaraan kita tetap saja ketatanegaraan negara
daratan. Inikah mental petani?

Sampai saat ini kita belum membentuk "Sea and Coast
Guard", padahal ini persyaratan Internasional, agar
bisa diakui bahwa kita bisa mengamankan kita, maka
kita harus mempunyai "Sea and Coast Guard". Dunia
International tidak mengakui Polisi Laut dan Angkatan
Laut sebagai pengamanan laut di saat damai. Angkatan
Laut, Polisi Laut itu dianggap alat perang. Jadi apa
sulitnya membentuk "Sea and Coast Guard" yang berguna
bagi negara dan bangsa? Apakah ini menyinggung
kepentingan rejeki satu golongan? Tetapi kalau memang
ada jiwa patriotik yang mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara, bukankah tak akan kurang akal untuk
mencari "win-win solution".

Dalam soal perbatasan kita telah melengahkan pemetaan,
pendirian beberapa mercu suar lagi, dan mengumumkan
claim yang jelas dan rational mengenai batas-batas
wilayah negara kita, teutama yang menyangkut wilayah
di laut. Sudah saatnya pula lembaga inteligent kita
mempunyai direktorat maritim.
Sudah saatnya wawasan ketatanegaraan kita, disegenap
bidang, mencakup pengertian "Tanah Air", dan tidak
sekedar "Tanah" saja.

Pelabuhan-pelabuhan pun harus segera ditata sebagai
"Negara Pelabuhan" yang dipimpin oleh "Syahbandar"
yang berijasah international. Kemudian segera pula
dicatatkan di PBB. Tanpa semua itu, maka negara kita
tidak diakui punya pelabuhan, melainkan hanya diakui
punya terminal-terminal belaka!

Perlu dicatat bahwa pembentukan Negara Nusantara untuk
pertama kalinya diproklamasikan oleh Baron Van Der
Capellen pada tahun 1821 dengan nama Nederlans Indie,
dan sifat kedaulatannya negara maritim dengan
batas-batas dan mercusuar-mercusuar yang jelas
petanya.
Jadi Van Der Capllen tidak sekedar mengandalkan
kekuatan angkatan laut untuk merpersatukan Nusantara,
melainkan, alat politik untuk meyatukan Nusantara
adalah tata hukum dan ketatanegaraan maritim.

Kita sebagai bangsa harus bersyukur kepada Perdana
Menteri Juanda dan menteri luar negari Mochtar
Kusumaatmaja, yang dengan gigih telah memperjuangkan
kedaulatan maritim kita di dunia Internasional,
sehingga diakui oleh Unclos dan PBB. Tetapi kita harus
tanpa lengah meneruskan perjuangan itu sehingga kita
mampu mengimplementasikan semua peraturan kelautan
internasional yang telah kita ratifikasi.

Perlu disayangkan bahwa usaha untuk mendirikan
Universitas Maritim yang bisa memberikan ijasah
internasional untuk syahbandar dan nahkoda, belum juga
mendapatkan ijin dari Departement Pendidikan Nasional.
Saya menganggap sikap pemerintah seperti itu tidak
patriotik dan tidak peka pada urgensi untuk menegakkan
kedaulatan bangsa dan negara di lautan.

Tata hukum, tata kenegaraan dan tata pembangunan yang
sableng seperti tersebut di atas itulah yang mendorong
lahirnya "Kalatida" dan "Kalabendu" di negara kita.
Menurut penyair Ranggawarsita kita harus bersikap
waspada, tidak mengkompromikan akal sehal. Dan juga
harus sabar tawakal. Adapun "Kalasuba" pasti datang
bersama dengan ratu adil.

Dalam hal ini saya agak berbeda sikap dalam
mengantisipasi datangnya "Kalasuba". Pertama,
"Kalasuba" pasti akan tiba karena dalam setiap chaos
secara "build-in" ada potensi untuk kestabilan dan
keteraturan. Tetapi kestabilan itu belum tentu baik
untuk kelangsungan kedaulatan rakyat dan kedaulatan
manusia yang sangat penting untuk emansipasi kehidupan
manusia secara jasmani, sosial, rohani, intelektual
dan budaya. Dalam sejarah kita mengenal kenyataan,
bahwa setelah chaos Revolusi Perancis, lahirlah
kestabilan pemerintahan Napoleon yang bersifat
diktator. Tentu masih banyak lagi contoh semacam itu
di tempat lain dan di saat lain.

Kedua, harus ada usaha kita yang lain, tidak sekedar
sabar dan tawakal. Tetapi toh kita tidak menghendaki
"Kalasuba" yang dikuasai oleh diktator. Tidak pula
yang dikuasai oleh kekuasaan asing seperti di Timor
Leste. Oleh karena itu kita harus aktif
memperkembangkan usaha untuk mendesak perubahan tata
pembangunan, tata hukum dan tata kenegaraan sehingga
menjadi lebih baik untuk daya hidup dan daya cipta
bangsa.

Ketiga, situasi semacam itu tidak tergantung pada
hadirnya Ratu Adil, tetapi tergantung pada Hukum yang
Adil, Mandiri, dan Terkawal.

Wassalam,

RENDRA

Cipayung Jaya, Depok
Hotel Quality, Jogya