Senin, 28 Juli 2008

Sst! Pemerintah Sedang Godok Aturan Baru Soal Berdemonstrasi!


(berpolitik.com): Wahai para demonstran, ada berita buruk buat Anda. Dalam beberapa bulan ke depan, jika rencana pemerintah mulus, aksi unjuk rasa bakal lebih sulit untuk dilakukan. Apa pasal?

Sumber berpolitik menyebutkan, saat ini Kepolisian atas perintah Presiden SBY, dikabarkan tengah menggodok tentang aturan berdemonstrasi. Soalnya, aturan saat ini sudah dianggap tak memadai.

Yang terpokok, dalam aturan baru nanti, para pengunjuk rasa tidak lagi cukup sekadar memberitahu kepada aparat kepolisian tentang rencana unjuk rasa. Untuk menggelar demonstrasi, mereka harus mendapat ijin tertulis. Kalau ijin tak keluar, tentu saja aksi tak bisa dilakukan. Jadi, sangat mungkin kalaupun bisa digelar, sudah "basi".

Dan, tentu saja, untuk mendapat ijin itu soalnya tak gampang. Nantinya, untuk mendapat ijin, pelaku unjuk rasa harus mengisi formulir yang meminta informasi banyak hal, yang rasanya bisa langsung membuat kepala Anda "cenut-cenut".

Harus Membeberkan Pelaku dan Penyandang Dana
Bayangkan, dalam formulir yang Anda harus isi, berbagai hal yang terkait pelaksanaan unjuk rasa harus Anda laporkan. Itu menyangkut soal struktur organisasi pengunjuk rasa: siapa yang jadi Komandan lapanganya, siapa yang jadi juru runding, siapa yang bertugas melakukan pengamanan, siapa yang bertindak sebagai "tim advance", siapa yang menyusun materi tuntutan, siapa yang memainkan peran sebagai dinamisator lapagan, dan seterusnya.

Dan, tak hanya itu. Anda juga harus melaporkan dimana saja dan kapan saja rapat-rapat persiapan unjuk rasa tersebut dilakukan. Tentunya, Anda harus pula melampirkan nama-nama yang ikut dalam rapat-rapat tersebut. Bahkan, direncanakan juga meliputi tapi terbatas menyangkut nomor telpon genggam, asal organisasi dan juga foto copy KTP yang bersangkutan.

Dan, akhirnya, Anda harus melaporkan berapa dana yang disiapkan untuk menyelenggarakan unjuk rasa. Yang terpenting: siapa saja yang menyediakan dana untuk menggelar aksi tersebut!

Belum Aksi, Sudah Jadi Tersangka
Dengan sederet "kelengkapan administrasi" seperti itu, para pelaku unjuk rasa bisa langsung ciut nyalinya. Bagaimana tidak. Sederet informasi yang harus diisi itu bakal menjadi bahan untuk menjerat mereka.

Sedikit kekeliruan saja memberikan informasi, bisa dipastikan Anda bakal dijerat dalam pasal penipuan dan sejenisnya. Jadi, sebelum unjuk rasa pun, Anda sudah sangat mungkin masuk bui.

Bagaimana polisi bisa tahu Anda memberikan informasi yang bohong? Ada banyak cara. Kalau untuk kelas mahasiswa dan pemuda, polisi sudah punya banyak agen ganda yang disusupkan dalam rapat-rapat perencanaan. Jadi, dengan mudah terdeteksi jika ada laporan yang dibuat Asbun (asal bunyi) ataupun Aspal (asli tapi palsu). Cara lain, tentus saja meliputi kerja teknis seperti menyadap telepon dan SMS dan menelusuri rekening bank Anda. Dan, masih banyak lagi.

Dan, ini termasuk dalam urusan dana. Polisi bisa membuat kalkulasi berapa anggaran dana yang semestinya disediakan. Kalau kemudian gelegar aksi Anda diperkirakan jauh melebihi dana yang dilaporkan, Anda bisa segera masuk bui karena membuat laporan palsu. Salah satu titik krusialnya menyangkut anggaran pengerahan massa.

Polisi pasti berpatokan pada angka dasar yang suka disebut oleh 'massa bayaran'. Nah, kalau peserta aksi itu membludak, namun anggaran yang dilaporkan dianggap terlalu rendah, bisa dipastikan Anda bakal langsung diuber-uber. Polisi pasti tak mau tahu kalau peserta aksi Anda bukan orang bayaran.

Yang lebih gawat, selalu ada kemungkinan Aksi anda disusupi massa limpahan yang tak ketahuan asal-usulnya. Mereka tak membuat rusuh, tetapi kehadiran mereka sudah cukup membuat laporan Anda terlihat palsu!


Mencegah Penggerusan Citra
Mudah untuk diduga, mengapa aturan ini hendak dilansir. Secara formal, pemerintah pasti bakal memakai pendekatan prosedural. Kurang lebih argumentasinya akan berpokok pada pernyataan, "demonstrasi tidak dilarang, tapi harus tertib, tidak menganggu dan harus bertanggung jawab".

Secara informal, sejumlah kalangan meyakini, pemerintah SBY gerah terhadap aksi-aksi unjuk rasa. Soalnya, aksi-aksi itu dianggap sebagai upaya kampanye negatif terhadap SBY dan kinerja pemerintah secara keseluruhan.

Harus diakui, memang ada sebagian unjuk rasa yang sangat mungkin menjadi kendaraan untuk menggerus citra SBY. Persoalannya, hanya gara-gara unjuk rasa yang demikian itu, banyak aksi unjuk rasa lainnya yang bakal terkena imbasnya.

Tentangan dari publik bakal banyak. Tapi, yang mendukung juga tak kurang-kurang. Yang mendukung ini terutama sekali adalah anasir-anasir dalam tubuh pemerintah dan korporasi yang terus terlilit sejumlah masalah.

Kalangan DPR juga dipastikan akan senang dan membiarkan aturan ini dibungkus dalam Peraturan Pemerintah atau yang lebih rendah. Ini menghindarkan mereka terkena imbas negatif sekaligus menjadi penikmat manfaat dari regulasi baru ini.

Nah, terpulang kepada Anda, wahai para pentolan unjuk rasa, untuk menimbang-nimbang resikonya. Ngomong-ngomong, siapa ya yang kasih ide ke SBY?

3 komentar:

Jenny Oetomo mengatakan...

Aturan baru tersebut seperti proposal untuk mendidirikan perusahaan saja, ada peyandang dana, struktur organisasi yang jelas, jumlah karyawan, Job desk dsb, dan bila terjadi kesalahan tinggal angkut saja person atau sekaligus perusahaannya dibredel untuk pertanggungan jawaban, tetapi untuk era demokrasi mudah mudahan aturan tsb tidak seperti yang kita bayangkan, tunggu saja tanggal mainnya, Salam

Hadi jatmiko mengatakan...

Ya begini lah bung kalo mau melihat seseorang pemimpin atau gerombolan orang ( reformis gadungan ) yang mulai ketakutan lapak atau ladang nya diambil orang atau dirusak oleh para kancil yang mulai merasakan kelaparan sehingga mereka ( gerombolan ) mulai memasang jerat dan pagar tembok yang tinggi dan menjulang kelangit.Negeri ini begitu kaya tapi mengapa rakyat nya banyak yang miskin.

Anonim mengatakan...

Nggak sekalian ditulis data siapa nama emaknya ea?