Jumat, 08 Agustus 2008

Tak Mampu Bayar, Ibu dan Bayi di Palembang Tertahan di RS

Kamis, 7 Agustus 2008 03:00 WIB
Nurhayati (20), warga Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, dan bayinya belum bisa keluar dari RSUD Palembang Bari karena tidak punya uang untuk melunasi persalinan. Sampai Rabu (6/8), Nurhayati dan bayinya sudah 10 hari berada di rumah sakit.

Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikantongi Nurhayati ternyata tidak berarti apa-apa untuk terbebas dari tagihan biaya rumah sakit milik pemerintah tersebut. Alasan pihak rumah sakit, Nurhayati tidak terdaftar di RSUD Palembang Bari sebagai warga miskin yang bisa mendapat pengobatan gratis.

Kardin (28), suami Nurhayati yang bekerja sebagai buruh serabutan, tidak mampu melunasi biaya persalinan melalui operasi caesar sebesar Rp 2,5 juta. Setelah dirawat selama empat hari di rumah sakit, seharusnya Nurhayati dan bayi laki-lakinya yang belum diberi nama itu boleh pulang.

Menurut Kardin, istrinya mulai dirawat di RSUD Palembang Bari sejak Minggu (27/7) dan kemudian melahirkan pada Senin (28/7). Kini Kardin kebingungan melunasi tagihan rumah sakit yang semakin membengkak. Bahkan, untuk melunasi biaya rumah sakit selama empat hari saja dia tidak sanggup. Saat ini Nurhayati dan bayinya masih berada di Instalasi Kebidanan RSUD Palembang Bari.

Menurut para perawat, bayi yang dilahirkan Nurhayati dalam keadaan sehat dan bukan bayi prematur. Bayi yang merupakan anak pertama pasangan Kardin-Nurhayati itu lahir dengan berat badan 2,1 kilogram.

Staf Humas RSUD Palembang Bari, Nuzulia, mengatakan, nama Nurhayati tidak terdaftar di rumah sakit sebagai warga miskin karena Nurhayati bukan warga Palembang. Rumah sakit bisa membebaskan biaya persalinan jika Nurhayati menunjukkan surat keputusan dari Bupati Ogan Ilir yang menyatakan Nurhayati adalah warga miskin.

”Solusinya keluarga Nurhayati harus mengurus ke Kantor Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Ogan Ilir. Peraturan terbaru menyebutkan pasien yang memiliki SKTM namanya harus masuk dalam daftar warga miskin supaya dibebaskan dari biaya. Kami tidak bermaksud menghambat atau mempersulit pasien, apalagi ini rumah sakit pemerintah yang banyak melayani pasien tidak mampu,” kata Nuzulia.

Ketua ormas Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Cabang Palembang Eka Syahrudin yang mendampingi Kardin dan Nurhayati mengatakan, persoalan tersebut diperparah dengan terjadinya kesalahan penulisan nama. Di KTP tertulis nama Nurhayati, tetapi di kartu Askeskin tertulis nama Nurhasanah.

”Kami sudah berusaha menyelesaikan persoalan ini ke Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, tetapi belum ada solusinya. Bahkan dinas terkait lepas tangan. Alasannya, data warga miskin di Ogan Ilir sudah tidak bisa diubah lagi,” kata Eka.

Menurut Eka, berdasarkan peraturan menteri kesehatan, SKTM masih berlaku sampai 1 September, tetapi ternyata tidak ada data mengenai warga miskin.

Eka mengatakan, pihak keluarga tetap berupaya mengeluarkan Nurhayati bersama bayinya. Sebab, semakin lama Nurhayati tertahan di rumah sakit, semakin banyak biaya yang harus dilunasi oleh Kardin yang penghasilannya tak menentu. (WAD)

Sumber Kompas

2 komentar:

Jenny Oetomo mengatakan...

Hal ini menunjukan pendataan yang kurang akurat atau terkesan asal asalan, sehingga bantuan kepada orang yang ngak punya biasanya salah sasaran, salam

Hadi jatmiko mengatakan...

gw sepakat dan hal ini biasa terjadi jika penjalan proyek pendataan itu dilakukan oleh pemerintah tanpa ada observasi yang matang.