Senin, 01 Maret 2010

Kondisi Daratan Kota Palembang Parah

Sriwijaya Post - Selasa, 2 Maret 2010 09:42 WIB

*PALEMBANG* - Siklus lima tahunan tidak serta-merta menjadi faktor utama banjir di Palembang. Siklus lima tahunan itu diperparah oleh kondisi daratan di Kota Palembang. Banyak rawa di kota yang awalnya menjadi tempat resapan air sudah hilang sehingga menyebabkan air menyebar ke berbagai wilayah daratan.

"Kota Palembang sebetulnya sebuah kota diatas rawa-rawa yang dipengaruhi pasang surut. Ketika rawa masih ada, air permukaan akan mengalir masuk ke rawa-rawa yang letaknya memang rendah," ujar Manajer PSDO Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, Senin (1/3).

Luas rawa di Kota Palembang sendiri menurut catatan Walhi Sumsel mencapai 70 persen dari luas wilayah kota. Ketika air yang jatuh diatas 70 persen wilayah rawa tidak ada tempat penampungan, maka air akan lari dan mengalir ketempat lain.

Hadi mengakui rawa di Kota Palembang sudah mengalami degradasi. Antara tahun 1999-2004 telah terjadi alih fungsi rawa secara besar-besaran di Palembang, yakni pembangunan berbagai sarana Pekan Olahraga Nasional (PON) yang dipusatkan di Jakabaring yang awalnya adalah kawasan rawa. Selanjutnya antara tahun 2004-2008 tercacat terjadi pembangunan besar-besaran dikawasan tersebut terkait dengan rencana pembangunan Palembang sebagai Kota Internasional.

"Kita sepakat dengan pembangunan, tetapi bagaimana mensinergikan berbagai pembangunan dengan lingkungan," tegas Hadi.

Sementara Perda Kota Palembang No 5 Tahun 2008 yang mengatur mengenai rawa, dinilai Walhi Sumsel tidak berfungsi. Tidak ada pengawasan terhadap pelaksanaan konversi rawa di Kota Palembang. Padahal dalam perda dibuat aturan-aturan pelaksanaan konversi.

Ada kesan luasan rawa yang menjadi lampiran perda tersebut, sengaja ditutup-tutupi. "Walhi Sumsel yang yang mencoba meminta lampiran peta rawa dari perda tersebut ke pihak Pemkot Palembang, tidak mendapatkannya dengan alasan peta sudah hilang," katanya.

Dalam perda tersebut, meski isinya tidak menggembirakan dibandingkan perda sebelumnya, diatur pasal-pasal kewajiban pengembang yang membangun diatas rawa. Kalau dulu hanya 1.000 meter persegi yang bisa dikonversi, kini berubah menjadi 20 ribu meter persegi yang bisa dikelola pihak lain.

Celakanya dalam proses konversi pun tidak ada pengawasan. Padahal pengembang yang melakukan pembangunan dengan luas sampai 10 ribu meter persegi wajib untuk membangunan drainase yang baik. Sedangkan yang membangun diatas 10 ribu meter persegi wajib untuk membuat retensi.






Tidak ada komentar: