Rabu, 29 Februari 2012

Gerakan 1.000 untuk Dimas

Bertinggal di dekat kediaman elit di Komplek BSI didaerah Macan Lindungan Palembang. Dimas (7 Tahun) harus tabah menerima pil pahit hidupnya.Tumor ganas yg menghinggapi wajahnya sejak lahir (2005) hingga kini semakin membesar.. Tetangga di wilayah BSI pun seolah bungkam. Blm pasti, apakah warga yg tinggal diwilayah tersebut memang tidak mengetahui keberadaan Dimas atau bahkan tdk tahu menahu urusan yg tengah didera tetangganya. Hidupnya terkucilkan, propaganda dunia mengkerdilkan dirinya hingga tak bisa berbuat apa-apa.

Inilah yg mendorong kami yuntuk turut membantu Dimas n keluarganya. Seiring harapan yg semakin menyeruak atas kesembuhan Dimas. Kami sempat mengkonsultasikan ke dokter spesialis bedah.betapa terkejutnya, ketika dr.Roni SpSB menyebutkan dana yang mesti digelontorkan utk operasi Dimas mencapai Rp 100 Juta. Tentu nominal fantastis, yang mesti dirogoh dari kantong kami yang kebanyakan mahasiswa dan aktifis sosial apalagi Keluarga Dimas yang ayahnya bekerja hanya sebagai penjaga Warnet. Akan tetapi hal tersebut tak menenggelamkan keinginan kami untuk membantu kesembuhan Dimas. berbagai upaya yg kami tempuh utk kesembuhan Dimas misalnya mengakses Progran Kesehatan Gratis yang di degung2 oleh Pemprop Sumsel berapa tahun belakangan namun yg kami dptkan hny cerita panjang soal buruknya Birokrasi pemerintah Sumsel, shg hanya membuat kami bertanya BENARKAH ADA PROGRAM PENGOBATAN GRATIS DI SUMSEL?

Dimas (7 Thn) penderita tumor Ganas
Kondisi Dimas yang nyaris seluruh wajahnya digelayuti tumor ganas menjadi penting untuk segera diselamatkan. Mata kirinya nyaris tidak dapat melihat lagi lantaran ditutupi tumor tersebut. Untuk makan atau minumpun, Dimas mesti melalui jalur kiri bibir kecilnya yg memang sudah cukup sulit untuk dibuka secara normal.

Sadar akan kondisi ini, Melalui ”Gerakan 1.000 untuk Dimas” kami pun mencoba mengetuk Hati saudara2, yg kami yakin masih memiliki rasa empati utk membantu sesama,menyumbangkan sebagian rezeki yg didpt sehari2 utk kesembuhan”DIMAS”. Dan saat ini dana yang terkumpul dari Penggalangan Dana Publik di jalanan (ngecrek) yang kami lakukan, telah mencapai kurang Lebih RP. 20.000.000 dari sekitar 100 juta yang diperlukan untuk biaya Operasi (Keterangan Dokter Ahli Bedah)

Bantuan bisa disalurkan melalui rekening BNI 0235051334 AN. Muh. Zainul Arifin, atau kontak kami di 085769159045 a.n Rendi Hariwijaya atau dapat datang langsung ke Posko Peduli Dimas di Jalan Sumatera 1 no 771 kelurahan 26 Ilir kecamatan IB 1 Palembang ( Walhi Sumsel)

Selasa, 14 Februari 2012

Alex Noerdin calon gubernur DKI Jakarta,Benarkah

Hampir satu minggu ini, berita tentang Gubernur Sumsel Alex Noerdin, yang akan dicalonkan sebagai kadidat orang Nomor 1 di ibukota Negara DKI Jakarta, ramai di bicarakan di beberapa media massa, baik itu media Online maupun cetak. Berita ini didasari dari hasil jajak pendapat Internal yang dilakukan oleh partai nya, merupakan salah satu Partai warisan orde baru yang masih tetap bertahan sampai dengan detik ini. Dimana hasil dari jajak pendapat tersebut, nama Alex Noerdin masuk dan terpilih menjadi 3 besar nama kandidat calon Gubernur DKI Jakarta, mengalahkan Fauzi bowo yang merupakan salah satu calon dari incumbent, kebetulan dimasukan dalam nama peserta yang akan di jajak pendapat oleh Partai Golkar.

Mengamati Berita hangat yang berkembang ini, dan terlepas dari KEBOHONGAN atau pencintraan yang dia buat soal keberhasilannya membangun Sumsel, dengan memakai indikator yang masih kontroversi (soal hutang dan korupsi) berupa suksesnya penyelangaraan Sea games ke 26 di palembang. Yang membuat beliau sangat Pede, dengan mengumbar janji berupa, “jika dia terpilih menjadi Gubernur DKI jakarta, maka dalam waktu 3 tahun jakarta akan bebas macet dan banjir.” (emangnya sumsel udah bebas macet dan banjir? malah sebaliknya sejak dipimpin oleh alex noerdin sumsel makin macet dan menjadi pusat bencana ekologi, Silakan Pembaca cari berita terkait di google atau Youtube) 

Ada dua hal yang menurut ku, harus dicermati oleh Rakyat, wartawan dan politisi partai khususnya yang kedepan mau nyalon Gubernur Sumsel.

Hal Pertama adalah Berita ini hanyalah taktik jitu atau drama yang sedang dijalankan oleh para politisi “Beringin” atau besar kemungkinan oleh Alex Noerdin Sendir. Dengan tujuan untuk melambungkan namanya, agar ketika Pilpres kedepan nanti dan RI 1 sudah terpilih, Nama Alex Nurdin menjadi orang pertama yang dipertimbangkan oleh presiden terpilih untuk masuk ke dalam kabinetnya. Hal ini sesuai dengan cita citanya sejak lama, yang dapat dilihat dari gerak gerik yang di jalankannya berupa memprioritaskan untuk menjadi tuan rumah dalam program atau kegiatan yang berskala nasional, Internasional seperti event event olahraga,pertemuan atau rapat rapat yang secara jelas juga, tidak ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan rakyat sumsel. 
Selain itu juga, sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat sumsel, kalau Alex noerdin sangat bernafsu untuk menjadi Menteri. Adapun jabatan menteri yang dia inginkan adalah Menteri Pendidikan, Menteri dalam negeri atau Menteri Olahraga.

Hal Kedua yang harus dicermati adalah Gembar gembornya berita pencalonan dirinya menjadi calon kandidat DKI 1 dari partai Golkar,yang terus digulirkan oleh media adalah, untuk membangun pencitraan atau imej dirinya di depan seluruh rakyat sumsel yang mudah lupa ini, bahwa kerja dan program yg dilakukannya selama ini di Sumsel,Diakui dan menjadi sorotan mata rakyat indonesia. Dibuktikan dengan dipilihnya dia menjadi salah satu Calon kandidat Gubernur ibukota Negara, sehingga pada pilkada gubernur Sumsel 2013 nanti, sudah pantas jika Sumsel 1 diberikn lagi pada dia.

Itulah dua hal yang harus dicermati oleh pembaca, yang secara jelas dapat aku lihat saat ini. Dan Bisa jadi 2 hal ini akan bertambah atau mungkin berkurang atau malah hilang (Bukan 22 nya), karena menurut pepatah hanya waktu yang bisa menjawab semuanya apakah itu benar atau salah.

Bagaimana menurut pembaca adakah analisis atau Informasi lain soal ini, monggo diaturin ?
Oh ya sebelum aku sudahi analisis Lorong ini, Jika diantara pembaca ada yang bertanya tentang apakah aku tidak setuju dengan pencalonan Alex Noerdin menjadi gubernur DKI Jakarta? maka jawaban ku Cuma satu yaitu aku sangat setuju dia mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, karena secara tidak langsung Dia telah mendekati sarang, yg telah lama terbuka lebar untuk dia yaitu kantor KPK RI heheh  ..
Demikian Terima Kasih pi… is :-)

Senin, 13 Februari 2012

SEHARIAN JASAD SI BUNGSU DIGENDONG KE MANA-MANA

Berita ini adalah kisah nyata yang terjadi sekitar tahun 2007 dibawah rezim SBY periode pertama dan sampai saat ini kasus kasus rakyat miskin seperti ini tidak pernah berhenti selalu ada dimana mana. Bagi yang tersiar oleh media mereka beruntung karena banyak orang yang akan peduli termasuk pemerintah yang seharausnya tahu lebih dahulu sebelum seluruh rakyat tahu, dan bagi yang tidak tersiar atau terpublis media mereka harus berjuan sendiri dan sekuat tenaga untuk menyelesaikannya sendiri.

Negara Auto pilot mungkin benar da layak diberikan untuk pemerintah indonesia dari dulu sampai dengan sekrang karena kenyataan nya memang sperti ini rakyat dipaksa untuk bertahan hidup ditengah keganasan kapital menghisap darap si miskin.

Lakon Duka Pemulung di Belantara Jakarta
SEHARIAN JASAD SI BUNGSU DIGENDONG KE MANA-MANA

Sungguh malang nasib tunawisma yang jadi pemulung ini. Ketika si bungsu yang berusia tiga tahun meninggal, bapak dua anak ini kebingungan menguburkan jasadnya. Ketiadaan biaya membuatnya harus menggendong mayat anaknya mencari tempat pemakaman.

Pekan silam menjadi hari yang paling buruk dalam perjalanan hidup Supriono (42), pemulung asal Solok, Sumatera Barat yang hidup menggelandang di Jakarta sejak 1999. Si bungsu dari dua bersaudara, Khairunisa (3) mendadak jatuh sakit. "Ia selalu memuntahkan makanannya dan mengeluh pusing," kata Supriono.

Supriono sempat membawa Khairunisa, sapaan anaknya, berobat ke Puskesmas Setia Budi, Jakarta Selatan. "Dokter mengatakan Khairunisa mengalami muntaber dan diberi obat berupa sirup dan tablet. Saya bayar Rp 4.000."

Usai ke Puskesmas, Supriono "pulang" ke tempat ia biasa istirahat di bawah jembatan rel kereta api, kawasan Cikini. Untuk menahan dingin malam, Supriono membaringkan si kecil Khairunisa di gerobak, tempat ia biasa menaruh hasil memulung. Di sanalah Supriono mencoba merawat anaknya.

"Obat dokter sudah saya kasihkan. Namun, sampai obatnya habis, sakitnya tidak sembuh juga. Saya kasih makan nasi dimuntahkan. Lalu, saya kasih bubur ayam juga dimuntahkan," kata Supriyono dengan mata menerawang.

Tidak mau perut anaknya kosong, Supriono menggantinya dengan biskuit yang dicelupkan air. Maksudnya agar lebih lunak dan mudah dicerna. "Namun, belum habis dua potong, Khairunisa kembali muntah. Hingga Minggu malam, kondisi Khairunisa semakin lemah, namun dia bisa tidur."

Saat azan Subuh, Senin (6/6) lanjut Supriono, anaknya bangun dan minta minum. "Saya perhatikan fisiknya semakin lemah saja, sehingga saya memilih tidak memulung hari itu. Saya putuskan untuk menjaga dia. Sekitar jam 07.00, saya perhatikan sorot matanya semakin suram dan mukanya semakin pucat."

Supriono semakin panik dan mencoba membangunkan buah hatinya itu. Namun, Khairunisa terbaring tenang, tak ada reaksi apa-apa. Supriono pun paham, anaknya sudah menghadap Yang Kuasa. Ia hanya bisa menangis menatap jasad anaknya di gerobak itu. Di tengah duka yang merajam, ia tidak tahu di mana jasad anaknya dimakamkan. Ia sama sekali tidak punya sanak saudara di Jakarta.

"Saat itu situasi di Cikini sudah mulai ramai, tetapi tidak seorang pun saya kenal untuk dimintai tolong. Lalu, saya teringat teman saya Dasmin yang tinggal di Kampung Kramat, Bogor, Jawa Barat. Saya berniat minta tolong agar jenazah Khairunisa dimakamkan di sana. Saya yakin dia mau menolong."

TERTAHAN DI KANTOR POLISI
Sungguh tragis, Supriono membawa jasad anaknya di gerobak itu menuju Stasiun Tebet. Kakak Khairunisa, Muriski Saleh (7) dengan langkah kecil mengikuti dari belakang. Sambil menunggu kereta datang, Supriono menutupi wajah Khairunisa dengan kaus, sedangkan kaki yang sudah mulai kaku itu dibiarkan saja terbuka.

Begitu kereta datang, Supriono menggendong jenazah Khairunisa dan bermaksud naik ke dalam gerbong. Tiba-tiba seorang pedagang teh botol mencegat Supriono. "Pak, anaknya sudah meninggal, ya," ujar Supriono menirukan pedagang teh botol. "Saya membenarkan dan mau saya bawa ke Bogor. Di antara orang yang mengerumuni saya, ada yang minta agar saya ke kantor polisi. Saya setuju saja. Kebetulan letak kantor polisi tidak jauh dari Stasiun Tebet."

Sementara Supriono menunggu pemeriksaan di Mapolsek Tebet, jenazah Khairunisa dititipkan di Puskesmas Tebet yang bangunannya bersebelahan dengan Polsek Tebet. "Saya tertahan di sana selama 6 jam hanya untuk menunggu datangnya petugas reserse yang melakukan pemeriksaan. Saya jengkel karena harus buru-buru menguburkan je nazah Khairunisa."

Supriono semakin tidak sabar karena petugas mengatakan, jenazah Khairunisa harus dibawa ke RSCM . Polisi juga sudah memesan mobil jenazah yang akan membawa jasad Khairunisa menuju RSCM. "Sore hari datang mobil ambulans. Sampai di RSCM, saya masih harus menunggu. Lalu, petugas minta agar jenazah Khairunisa diotopsi. Saya keberatan karena kematian anak saya sudah jelas karena sakit muntaber," papar Supriono.

Oleh petugas, Supriono diminta menandatangani surat penolakan otopsi. "Surat itu langsung saya tandatangani. Petugas kamar jenazah menanyakan, apakah saya membawa pulang Khairunisa dengan mobil ambulans atau membawa sendiri. Saya mengatakan enggak punya uang, makanya akan saya bawa sendiri."

Keluar dari RSCM, matahari sudah hampir tenggelam. Kembali dengan mata basah Supriono kebingungan mau dibawa ke mana anak bungsunya. "Saya pikir kalau ke Bogor sudah terlalu sore. Lalu, saya ingat Ibu Sri, pemilik kos di Jl. Manggarai Utara VI. Dulu tahun 2003, saya pernah tinggal di sana."

 
DUA MALAM DI TERMINAL
Di saku kumal Supriono tersisa uang hanya Rp 6 ribu. Ia pun menumpang bajaj dengan ongkos
Rp 5 ribu. "Beruntung Bu Sri ada di rumah. Seandainya beliau tidak ada, saya tidak tahu harus ke mana lagi. Saya cerita pada Bu Sri, Khairunisa yang saya gendong sebenarnya sudah meninggal. Saya minta tolong untuk dikuburkan," cerita Supriono.

Sri memanggil tetangga. Solidaritas warga membuat Supriono terharu. Mereka gotong royong untuk memandikan, memberi kain kafan, lalu menguburkan jenazah keesokan harinya di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Biaya pemakaman sebesar Rp 600 ribu ditanggung warga. "Saya hanya bisa berterima kasih kepada warga," katanya yang sementara waktu istirahat di rumah Sri.

Kisah miris Supriono ini kebetulan ditulis oleh wartawan. Tulisan itu langsung mendapat tanggapan dari warga. Supriono menerima banyak simpati dari warga masyarakat. Tidak sedikit pula yang mengirimkan uang dan menawarkan pekerjaan kepadanya. "Sungguh saya berterima kasih. Rencananya, uang dari para penolong akan saya pakai buat modal jualan mi ayam seperti yang saya lakukan di Solok."

Supriono mengisahkan, meski lahir di Solok, ia sebenarnya berdarah Jawa. Kakeknya yang berasal dari Muntilan, Jawa Tengah, transmigrasi ke Sumatera Barat, tepatnya di Desa Bunung Talang, Solok. Ia menikah dengan Suriem tahun 1996. "Di kampung saya jualan mi ayam, tapi hasilnya pas-pasan. Makanya saya ingin memperbaiki nasib dengan merantau ke Jakarta."

Tahun 1999, Supriono memboyong istri dan Muriski yang masih bayi, untuk mengadu nasib di Ibu Kota. "Saya ingin bekerja apa saja, pokoknya halal. Berbekal uang Rp 100 ribu kami berangkat. Untuk naik bus butuh biaya Rp 80 ribu. Jadi, pertama kali datang ke Jakarta, saya hanya pegang uang Rp 20 ribu," tambahnya.

Sebenarnya, Supriono tidak punya tujuan yang jelas karena tidak punya famili atau kerabat di Jakarta. Mereka pun sempat bertahan selama dua malam di terminal bus Rawamangun. Tak menemukan jalan untuk bekerja yang lebih baik, akhirnya ia bergabung dengan para gelandangan. "Saat itu biasanya kami tidur di Jalan Balap Sepeda, Rawamangun."

BELI GEROBAK BEKAS
Mulailah Supriono dan istrinya menjadi pemulung. Berbekal karung di tangan, ia menyusuri jalan di kawasan Pulogadung, Pulomas, hingga Jatinegara. "Persaingan di antara pemulung cukup ketat. Makanya saya dan istri harus bangun pagi agar memperoleh hasil memulung yang lebih banyak. Kalau tidak begitu, sudah keduluan orang dan saya tidak dapat bagian," ujarnya.

Hampir setahun bekerja, Supriono mampu membeli sebuah gerobak bekas seharga Rp 60.000, untuk menunjang pekerjaannya. Dengan gerobak, Supriono mulai merambah wilayah Salemba, Menteng, Tebet, Pramuka, hingga Senen. Ia menjual hasil memulung di kawasan Rawamangun. Namun, sejak tahun 2002, ia menemukan lapak pembeli hasil memulung dengan harga lebih tinggi di Manggarai.

"Harga jual kardus di Manggarai Rp 600 per kilo, sedangkan di tempat lain Rp 400 ­ Rp 500. Plastik bisa dihargai Rp 4.000 per kilo, padahal di tempat lain antara Rp1.200 ­ 1.500. Saya juga pindah tempat dan tinggal di perkampungan kaum pemulung di kawasan Reang di Manggarai. Di sana kami mengontrak rumah kardus. Harga sewa Rp 50 ribu per bulan,"
jelas Supriono.

Di tempat ini pula Supriono mendapat momongan baru yang diberi nama Khairunisa. Setelah anak kedua lahir, Supriono merasakan beban hidupnya semakin berat. Ia memutuskan keluar dari kawasan Reang dan kembali menggelandang dengan pangkalan tetap di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

"Hidup seperti ini tidak pernah tenang karena sewaktu-waktu bisa digaruk petugas 
trantib. Makanya saya selalu mencari tempat yang aman untuk tidur di malam hari. Biasanya di samping rumah orang," tambahnya.

Tahun 2004, Supriono tinggal di rumah Sri dengan sewa kamar Rp 100 ribu per bulan. "Sebulan di sana rumah tangga kami berantakan. Istri saya memilih pulang ke Sumatera. Sampai sekarang, kami belum resmi cerai," papar Supriono yang merawat dua anaknya.
Sejak itu, tidak ada lagi yang menjaga kedua anaknya, sehingga Supriono selalu membawa kedua buah hatinya bekerja. Demi menghemat uang, ia juga tidak lagi tinggal di rumah Sri. Ia memilih pangkalan tetap di kawasan Cikini, hingga muntaber merenggut nyawa anaknya.

Supriono mengaku hasil memulung sebesar Rp 20.000­ Rp 25.000 per hari, hanya cukup untuk makan sehari-hari. "Meskipun penghasilan saya tidak menentu, kedua anak saya selalu makan teratur, tiga kali sehari. Hanya saja tidurnya memang tidak senyaman kalau di rumah."

Lantas apa harapan Supriono sekarang? "Sambil usaha, saya mau menyekolahkan Muriski. Saya, sih, ingin jual mi ayam seperti dulu. Satu lagi keinginan saya, pemerintah memberikan tempat khusus untuk menampung para tunawisma. Masih banyak warga yang belum punya ru-mah. Mau berobat pun enggak punya uang. Kondisi ini bukan maunya kita, kan," tambahnya.

DITOLONG WARGA
Sama sekali Sri Suwarni (40) tidak pernah menduga, Supriono datang ke rumahnya sambil menggendong anaknya. "Ketika dia datang mau minta tolong, saya siap-siap mau belanja ke pasar. Semula saya pikir, Supriono mau pinjam uang untuk ongkos ke Bogor. Saya serahkan Rp 50 ribu, tapi ditolak."

Namun, Supriono tetap minta tolong. "Dia cerita, anaknya sudah meninggal. Saya langsung lemas. Saya merasa terenyuh melihat nasibnya. Saya harus menolongnya. Jenazah dibaringkan di rumah, kemudian saya menemui Pak Kirman, Ketua RT 08 RW01. Malam itu juga, warga bergotong royong mengurus jenazah. Biayanya kami peroleh dari hasil urunan warga," ujar pedagang bakso keliling ini.

Sri berinisiatif mengadakan acara tahlilan sampai ketujuh harinya yang dihadiri oleh warga Manggarai Utara. Solidaritas warga, terbukti masih ada di Jakarta.


Sabtu, 11 Februari 2012

Pembatasan BBM subsidi ; Guru kencing berdiri, kami mengencingi Guru

Mungkin benar yang dikatakan pepatah tentang “Guru Kencing berdiri murid kencing berlari” artinya perbuatan yang dilakukan oleh guru akan ditiru oleh muridnya dan bahkan lebih parah dari perbuatan guru tersebut.

Pengalaman yang kutuliskan dibawah ini mungkin bisa menjadi bahan renungan para pejabat, yang bisanya menyuruh rakyat berbuat mematuhi aturan, tapi mereka sendiri tidak pernah melakukannya. bahkan malah memberi contoh yang berlawanan dengan aturan yang mereka buat, dampaknya milyaran dana public yang digunakan untuk memasang iklan di media baik cetak maupun elektronik menguap menjadi gelembung sabun.
__________

Lihat alat penghitung bahan bakar di motor ku yang mulai sekart, akupun bergegas masuk ke POM bensin yang tak jauh dari rumahku (Demang Lebar baun) tak kuhiraukan hujan deras telah membasahi sekujur tubuhku. "harusnya dengan kondisi ini aku mesti cepat cepat pulang, tapi ya sudahlah ketimbang besok pasti POM bensin ini bakal rame dan antri apalagi pagi aku pasti gak bakal sempat untuk mampir" gumam ku dalam hati.

12 ribu jawabku ketika di tanya oleh karyawan pom bensin tersebut tentang nominal bahan bakar yg akan di isi. Karyawan itupun langsung memencet tombol dimesin pompa dan segera mengeluarkan Bensin itu dari kran Pompa sambil berkata "kita Mulai Dari nol ya Pak" ujarnya.

saat sdg asyiknya menunggu pengisian bensin di motor ku slesai,tiba tiba d Pompa bensin sebelah, datang sebuah mobil sedan yang menurut sepengetahuan ku yg pernah melihat pameran mobil mewah, Mobil yang datang ini psatilah salah satu mobil yang ada dipameran itu, dan sudah barang tentu pemilik mobil ini orang kaya ungkap ku dalam hati.

tak bisa kudengar pembicaraan antara karyawan dan sopir mobil tersebut yang aku tahu si karyawn mengangukan kepala dan mulai membuka tutup bahan bakar bensin mobil tersebut, lalu menarik tuas selang bahan bakar yang pada krannya berwarna 'Kuning', dari mesin pompa kedalam tangki BBM mobil tersebut.

Udah selesai mas ungkap karyawan tersebut kepada ku, seirng dengan kuhentikannya mataku memandang mobil mewah yang sedang diisi dengan bahan bakar yang kran BBM nya berwarna kuning. akupun langsung bergegas menutup tangki bensin motorku dan setelahnya, langsung kunyalakan mesin sepeda motorku. Bismilah bacaku dalam hati

kutarik gas mtorku perlahan shg jalan motorpun seadanya, dan betapa terbelalaknya mataku ketika baru saja motorku berjalan. tiba2 mobil mewah yang tadi mengisi BBm dari pipa kran warna kuning itupun berjalan dan meninggalkan Pom bensin, hal yang sangat mengagetkan ku kembali adalah PLAT NOPOL mobil tersebut bertulis RI 24

Melihat kejadian tersebut akupun langsung teringat iklan layanan masyarakat yang ada di sebuah Televisi yang mengatakan seperti ini.
" Bensin Bersubsidi adlah untuk masyarakat miskin, bkn untuk orng kaya".