Kamis, 27 Januari 2011

Gayus dan Orang Nomor satu di Indonesia

Hari ini terasa sangat melelahkan bagi saya, setidaknya dari pagi sampai sore saya harus menghadiri beberapa kegiatan pertemuan di beberapa Instansi yang ada di Sumsel. Agenda pertama pagi pukul 10.00 Wib, saya menghadiri rapat di Bank Sumsel membahas tentang penyaluran Dana bantuan periode 2 ke Mentawai(korban Tsunami), Jogja dan Jawa tengah ( Korban Merapi) sebesar 475 Juta, yang didapat dari Posko peduli mentawai dan merapi yang digagas oleh WALHI Sumsel, BANK Sumsel Babel dan beberapa Media Massa di sumsel.(Untuk periode pertama bantuan telah dikirm ke mentawai pada desember lalu, sebesar 200 juta, sehingga total dana yang terkumpul di Rekening kami sebesar 675 juta). Dari hasil pertemuan ini disepakati bahwa dana tersebut semuanya akan dikirmkan dalam bentuk Barang dan Benih Benih Tanaman serta alat alat Pertanian dan komunikasi,pada Senin, 31 Januari 2011,ini sesuai dengan permintaan dari masyarakat korban yang di koordinir oleh WALHI Sumbar,Walhi Jogja dan WALHI Jateng.

Selesai dari Pertemuan ini Pukul 14.00 Wib, saya pun kembali menghadiri Kegiatan pertemuan dengan Kepala dinas pertanian Sumsel untuk mendiskusikan persoalan ancaman Aktifitas Industri Pertambangan, Hutan Tanaman Industri dan Perkebunan Sawit (perkebunan skala Besar lainnya) terhadap Lahan Pangan Masyarakt di Sumsel, yang saat ini berdasarkan data dinas pertanian hanya tinggal 700 ribu Hektar. Hasilnya bahwa pemerintah harus segera membuat peraturan daerah (PERDA) tentang Pengamanan lahan lahan Pertanian Rakyat, dalam hal ini,pertama kali harus dilakukan adalah mendesak pihak BAPPEDA Sumsel, memasukan Peta peta kawasan pertanian yang telah ada atau yang sedang dikembangkan oleh masyarakat dalam RTRW Sumsel yang saat ini sedang proses Revisi.

Tepat Pukul 16.00 WIB kegiatan selesai,dan tidak sampai 30 Menit saya pun sudah berada kembali di Sekretariat yang dalam hal ini banyak orang menyebut sekretariat kami dengan Kantor. Sambil menikmati secangkir teh dingin diatas meja kerja yang tidak sempat diminum pada pagi hari tadi Saya pun kembali memulai kerja berselancar ke dunia (luna) Maya utuk mencari beberapa data yang saya perlukan, guna menyelesaikan beberapa tugas merangkai kata kata dari fakta Aktifitas Tambang Batubara di Sumatera selatan. Banyak berita dan data yang ditemukan dari penjelajahan saya yang menggunakan om google.com, tapi data dat tersebut bukanlah sebuah data yang secara spesifik saya inginkan. sehingga sambil iseng iseng saya teringat dengan berita yang sedang hangat di bicarakan di media massa elektronik dan cetak di seluruh nusantara yaitu berita tentang gayus. Secara iseng iseng berhadiah saya pun memasukan kata Gayus ke kotak pencarian Om google dan Hasilnya sangat mengejutkan ternyata om google mencatat berita tentang gayus sebanyak 7,490,000 hasil (0.10 detik), dan ternyata keterkejutan tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, sebab ada hal yang lebih mengejutkan saya lagi, sampai sampai otak saya berkhayal bahwa kalo mau terkenal di melebihi dari orang nomor satu di Indonesia (presiden) maka jadilah Gayus, hal ini karena saat saya memasukan keywood dengan nama Susilo Bambang Yudhoyono di kotak pencarian milik Google, mesin pencari ini hanya menemukan berita tentang Susilo Bambang yudhoyono sebanyak 3,310,000 hasil (0.11 detik).
Gayus Memang TOP Markotop.
----------------------

Dan keisengan saya pun berlanjut dengan memasukan nama saya yang dibelakangnya saya kasih embel embel organisasi atau tempat kerja saya ke Google. Dan mesin pencari nomor satu inipun menemukan berita dengan nama saya sebanyak Sekitar 2,600 hasil (0.14 detik)


Rabu, 19 Januari 2011

Menghentikan daya Rusak Batubara? Biarkan Batubara dalam Perut Bumi

Salah satu Daya Rusak Tambang Batubara berdasarkan catatan WALHI Sumsel pada Tahun 2010 adalah Pencemaran terhadap Sungai sungai yang ada di Sumatera selatan, sedikitnya terjadi 4 kali pencemaran oleh perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Adapun sungai sungai yang tercemar tersebut adalah Sungai enim di Muara Enim, Sungai Lematang di Lahat dan Sungai Musi di Palembang. dan sampai saat ini sungai sungai yang tercemar tersebut belum juga di pulihkan.

Selain dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara yang telah saya sebutkan diatas, Seperti yang sudah saya tuliskan pada tulisan sebelumnya, Tambang Batubara pun yang dalam hal ini sistem pengangkutannya pun, mengancam Transportasi Umum Kereta Api yang ada di Sumatera selatan, yang menghubungkan Lubuk Linggau - Palembang (260 Km). Setiap harinya jalur ini dilewati oleh 8 Buah Kereta api yang hilir mudik mengangkut 40 Gerbong batubara dari Wilayah Kuasa Pertambangan (KP) PT. Bukit Asam yang ada di tanjung Enim. Sedangkan untuk jalur Tanjung Enim - Tarahan Lampung (420 KM), setiap hari Rel ini di lewati oleh 14 buah kereta Babaranjang (Batubara Rangkaian panjang) yang hilir mudik dengan 40 gerbong berisi Batubara dengan muatan pergerbongnya 40 Ton, yang sangat tidak berbanding dengan kereta pengangkut Penumpang, setiap harinya hanya berangkat 2 Kali sehari (Pagi Kereta Ekonomi - Malam eksekutif dan bisnis) yang masing masing setiap berangkat mengangkut sekitar 600 Orang penumpang.

Dampak atau Daya rusak dari intensifnya aktifitas pengangkutan batubara Tanjung Enim - Palembang - Tarahan lampung, setiap harinya kereta penumpang mengalami keterlambatan jadwal sampai di Tujuan 3-5 Jam dikarenakan, harus menunggu kereta Babaranjang lewat ( baca: PT.KAI lebih mengutamakan angkutan Batubara dari keselamatan Penumpang).

Selain itu juga setidaknya selama tahun 2010, telah terjadi sedikitnya 2 kali kecelakaan kereta api pengangkut Batubara (baca;anjlok) yang terjadi pada bulan Januari di Km 333+34 di Basmen Penimur, Desa Lubuk Raman, Kecamatan Rambang Dangku, Muara Enim dan pada bulan Desember di Stasiun Blambanganumpu, Waykanan lampung. Anjloknya kereta Babaranjang tersebut telah menyebabkan 3 ribu orang penumpang kereta Api Ekonomi, eksekutif dan bisnis yang berangkat pada Pagi dan malam hari dengan tujuan Palembang - Lubuk Linggau atau sebaliknya, Palembang - lampung dan sebaliknya terlantar 6-9 Jam.

Fakta lainnya kerusakan akibat dari Pengangkutan Batubara ini, juga dialami di angkutan sungai, dan mengancam terputusnya Transportasi darat di Kota Palembang yang dalam hal ini Jembatan AMPERA yang merupakan satu satunya jembatan di tengah Kota Palembang yang menghubungkan wilayah Palembang seberang ilir dan seberang Ulu. Yaitu pada tahun 2008 terjadi 5 kali kejadian tongkang pengangkut Batubara yang berisis 1000 - 2000 Ton, menabrak tiang penyangga jembatan Ampera berakibat terjadinya keretakan pada tiang jembatan yang berumur setengah abad tersebut dan terancam Roboh.

Banyaknya persoalan kerusakan yang ditimbulkan atas ekploitasi batubara di sumatera selatan ini ternyata tidaklah berhenti pada tahun 2010 karena di awal tahun 2011 masyarakat Sumsel disodorkan kembali berita oleh salah satu media cetak lokal, tentang Kerusakan Jalan Negara sepanjang 230 Km yang menghubungkan Lahat-Muara Enim-Prabumulih- Ogan Ilir- Palembang, akibat aktifitas truk pengangkut Batubara dari Kabupaten Lahat dan Muara enim menuju lokasi penampungan (Cockpile) di Dermaga Kertapati, Dermaga Zikon Plaju Palembang dan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Berdampak terjadinya kemacetan, sehingga dalam Pengamatan saya, dahulunya sebelum dilakukannya Eksploitasi Batubara di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara enim oleh PT. Bara Alam Utama, PT. Batubara lahat, PT. Bara Merapi Energi, PT. Satria Mayangkara Sejahtera, PT. Andalas, PT. MME, PT Bara Alam Sejahtera dan PT.Muara Alam Sejahtera , jarak tempuh 2 kota ini dengan kecepatan rata rata 60 Km/jam hanya memerlukan waktu 3 - 4 jam tapi kini dengan kondisi jalan yang rusak setidaknya membutuhkan waktu 5 - 6 Jam.

Fakta diatas semakin menguatkan kita semua (Minimal saya pribadi ) bahwa Pertambangan Batubara sangatlah lekat dengan DAYA RUSAK sehingga saya sebagai masyarakat Indonesia asli (dibuktikan dengan KTP WNI) tanpa hentinya kembali menginggatkan dan meminta kepada pemerintah dibawah Pimpinan Pak Beye dan juga Pemerintah daerah Sumsel yang dipimpin oleh Pak Alex Noerdin yang merupakan pelayan dan pelindung kami. Bahwa satu satunya cara untuk menghindari dan menghentikan Kerusakan Lingkungan sosial, Budaya, dan ekonomi rakyat akibat pertambangan Batubara. bukanlah dengan membuat Rel Khusus Batubara (270 Km) dari Tanjung Enim Kabupaten Muara enim ke Dermaga Tanjung Lago (Tanjung Api Api) kabupaten Banyuasin ataupun juga membuat jalan Darat Angkutan khusus Batubara. Cara Untuk menghentikan semua Daya Rusak dan Kerusakan Pertambangan Batubara adalah membiarkan Batubara tetap dalam perut Bumi.



Minggu, 02 Januari 2011

2011 yang menghilangkan Ruang Hidup Kami.

Tak terasa besok kita sudah memasuki Tahun yang baru, tahun dimana setiap orang mempunyai harapan untuk mendapatkan kehidupan lebih baik dari tahun sebelumnya,begitupun dengan aku semoga harapan ku selama ini muncul menjadi nyata di tahun 2011.

Evaluasi dan refleksi atas harapan harapan sebelumnya pun ku lakukan, dimana dari banyaknya mimpi atau harapan yang ada di tahun belakang ternyata ada Dua Harapan yang tidak terwujud dan malah di 2011 ini harus ku benam sedalam dalam nya, kedalam “dangkal” nya Sungai Musi, sungai yang membelah kota kami menjadi dua,Kota seberang Ilir dan seberang Hulu.

Sea games, siapa yang tidak tahu dengan sea games. Tukang sapu dijalanan, pengemis, dan tukang becak ketika ditanya apa itu sea games pasti mereka akan tahu, dan akan menjawab sea games adalah ajang pertandingan olahraga paling bergengsi di Asia Tenggara. ,yang sedikitnya ada 10 Negara yang akan ikut bertanding memperebutkan piala dari 40 cabang olahraga.

Namun bagaimana jika kegiatan yang sebesar itu dilakukan di sebuah kota yang belum memiliki kelengkapan Infrastruktur sarana dan prasarana olahraga yang memadai?. Itulah yang terjadi di Kota kami, (Palembang) dengan modal pernah menjadi tuan rumah dari Pekan Olahraga Nasional ke 16 (PON) tahun 2004 yang lalu, gubernur secara berani meminta agar Pemerintah Nasional menjadikan Propinsi kami sebagai tuan rumah dari pelaksanaan Sea Games XXVI tahun 2011 nanti, tepatnya di Bulan Nopember. Dan tak ayal gayung pun bersambut presiden dalam rapat terbatasnya di Penghujung tahun 2010 menetapkan Sumsel sebagai Tuan Rumah Pembukaan dan penutupan Sea Games XXVI dengan 22 Cabang Olahraga (seagamessumsel.com)

Awal petaka kehancuran

Setelah resmi menjadi tuan rumah Sea Games, pembangunan untuk Venues venues tempat ke 22 Cabang olehraga tersebut dipertandingkan pun mulai digalakan. Jakabaring menjadi wilayah yang ditunjuk untuk menjadi lokasi pembangunan Venues Venues tersebut, namun tahukah kawan, seperti apakah kota kami ini(palembang) ?

Kota kami merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri,kota ini dibelah oleh satu sungai dengan sebutan sungai musi dengan panjang mencapai 720 Km, dua wilayah yang terpisah ini seberang ilir dan seberang ulu dihubungkan oleh satu buah jembatan tua yang diberi nama AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) di buat pada tahun 60 –an masa pemerintahan presiden soekarno.

Luas Kota kami adalah 40.006 Ha, merupakan dataran rendah berawa yang dipengaruhi pasang surut air laut dengan range 2 – 3 Meter, dibagian utara kota (Seberang Ilir) tanah kota ini relatif landai 5 – 9 Persen, sedangkan bagian selatan (Seberang ulu)adalah Tanah datar 0 – 4 Persen.

50 Persen dari luas kota kami yaitu 20.000 Ha adalah rawa. Namun karena Pesatnya perkembangan pembangunan Kota, rawa rawa pun ditimbun disulap menjadi bangunan bangunan perkantoran,Perumahan dan lain nya, sehingga pada tahun 2006 yang lalu menurut walikota pada acara Seminar Nasional Peran dan Prospek Pengembangan Rawa d alam Pembangunan Nasional , sisa rawa yang ada hanya tinggal 30 Persen saja. Dampaknya tak dapat dipungkiri lagi setiap hujan turun, air pun tak dapat diserap dan ditampung lagi oleh rawa, yang akhirnya Banjirpun datang menyerang rumah rumah Penduduk, perkantoran dan pusat pusat kota kami.

Kini dari sedikitnya rawa yang tersisa tersebut harapan kami cuma tinggal kawasan rawa jakabaring, akan tetapi keberlanjutan lahan rawa dikawasan inipun tidak berlangsung lama karena seperti yang aku sebutkan diatas, wilayah ini telah di tetapkan oleh pemerintah Sumsel untuk menjadi pusat pembangunan Venues venues untuk pertandingan 22 Cabang Olahraga Sea Games XXVI nanti, dengan luas lahan rawa yang di timbun mencapai 300 Ha,dan ini belum termasuk lahan untuk pendukung pembangunan infrastruktur lainnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa akan ada lebih dari 1 Juta Kubik air yang akan kehilangan “Tempat Tinggalnya” dan artinya air air ini akan mencari rumah rumah baru. (baca;Banjir).

Harapan terakhir pun musnah

Seiring dengan hancurnya lahan lahan Rawa yang tersisa, yang selama ini berfungsi sebagai kawasan resapan air. maka agar kota kami tidak mengalami banjir besar seperti yang dialami oleh Kotanya “Para Ahli”(Jakarta), aku pun mulai melirik mengantungkan harapan ku kepada pemerintahan kami, agar dapat melestarikan dan menjaga ruang hijau yang mulai tergerus oleh rakusnya pembangunan. Meminjam data Walhi sumsel ruang Terbuka hijau yang ada di Kota Kami hanya tinggal 3 Persen dari luas Kota yaitu 1.200 Ha. Dan menurut Walhi Ruang Hijau mempunyai fungsi yang hampir sama dengan rawa, tapi punya nilai plus lainnya yaitu penetral kualitas Udara.

Namun apa dikata harapan ku tentang sebuah Ruang Hijau dimana aku dan semua teman teman bisa bermain dan berdiskusi didalamnya, ruang dimana aku dapat melihat firman firman utina kecil yang sedang tertawa riang sambil menendang bulatnya bola ditengah nyaringnya suara klakson kendaraan.Dan ruang dimana udara bersih masih dapat di nikmati ditengah Hitam pekatnya asap asap kendaraan bermotor, dan asap asap dari “lintingan rokok” Raksasa Pabrik pabrik yang beterbangan, seakan sedang mewarnai langit kota ini. Harus pupus bersamaan dengan semakin besarnya keinginan pemerintah daerah kami untuk menyukseskan penyelenggaran Sea games di Propinsi ini,sehingga jangankan menambah ruang ruang hijau yang luasnya belum memenuhi Kuota 20 Persen dari luas kota (UU No 26/2007), tapi malah menghancurkan ruang hijau yang telah ada.

Adalah Ruang Hijau GOR merupakan salah satu korbannya, Ruang Hiaju yang berdasarkan RTRW 2004 - 2014 di tempatkan sebagai Ruang Publik untuk Pendidikan dan Olahraga, kini telah dihancurkan. Pohon Pohon rimbun yang telah berumur Puluhan tahun lamanya harus roboh seiring dengan berdirinya tiang tiang pancang untuk pembangunan Hotel dan cafe, yang katanya merupakan infrastruktur untuk menyukseskan penyelenggaraan Sea Games di kota kami. Tak ketinggalan Kolam Kolam Retensi yang berfungsi sebagai penampung air yang ada di dalam kawasan ini pun ditimbun dengan tanah tanah yang mereka ambil dari galian galian C yang diduga diambil secara ilegal denganlokasi di Kabupaten Banyuasin dan sekitarnya.

Sebenarnya telah banyak elemen organisasi rakyat seperti Walhi yang melakukan protes secara besar besaran terhadap rencana pemerintah menghancurkan kawasan ini, dan tak tanggung tanggung merekapun melakukan aksi protes ini setiap satu minggu sekali, dan atas murninya perjuagan mereka akupun tertarik untuk bergabung dengan mereka guna melakukan protes. Namun apa dikata semua protes tersebut tidak pernah di dengarkan oleh pemerintah dan pengambil kebijakan (legislatif). dan perjuangan kamipun harus dikalahkan dengan besar dan banyaknya uang yang berterbangan di depan mata para pejabat dan anggota anggota legislatif atau bahkan mungkin Industri Media massa yang hanya diam tidak memberitakan apapun tentang protes protes kami ini.

Kini di menit menit akhir pergantian tahun 2010 – 2011, Untuk yang terakhir kalinya ditahun ini, dengan menggunakan sepeda motor butut ku. Aku mencoba untuk mendatangi dan melewati lagi semua kawasan Rawa dan Kawasan hijau Publik yang telah hancur lebur tersebut, guna merekam semua pemandangan dan kejadian ini sebagai sebuah sejarah kota ini. sambil bertanya dalam hati, Kawasan ruang hidup kami yang mana lagikah di tahun depan, yang akan kau Hancurkan, Wahai Penguasa.?

Tulisan ini saya Posting Juga di Kompasiana