Sebuah Kasus Televisi Swasta
di Venezuela
Tapi yang terpenting jangan diracuni.
Jangan mau diracuni oleh kebohongan mereka.
(Hugo Chavez)
Jangan mau diracuni oleh kebohongan mereka.
(Hugo Chavez)
The Revolution Will Not Be Televised (selanjutnya disingkat The
Revolution) adalah sebuah saksi nyata bahwa stasiun televisi selalu
terlibat dalam kepentingan-kepentingan tertentu. Televisi–sebagai media massa yang digambarkan
dalam film ini–menggelitik kita untuk mempertanyakan kembali sejauh mana kata
“massa” diwakilkan oleh media massa.
Berawal dari keinginan untuk
mendokumentasikan kehidupan pribadi Hugo Chavez, proses produksi The
Revolution bisa dibilang kebetulan. Ketika pembuat film ini berada di
Karakas (ibu kota Venezuela) untuk mendokumentasikan Chavez, yang
disuguhkan malah peristiwa kudeta 11 April 2002. Peristiwa inilah yang akhirnya
didokumentasikan. Realitas di lapangan dan pemberitaan televisi-televisi swasta
Venezuela yang menyimpang dari realitaslah yang disuguhkan dalam film
dokumenter ini.
Film dibuka dengan gambaran
rakyat Venezuela yang begitu mendukung Hugo Chavez, dipadukan dengan beberapa
cuplikan siaran televisi swasta Venezuela dan mancanegara, yang mengabarkan
kegagalan Chavez dan betapa menderitanya rakyat Venezuela di bawah
pemerintahannya. Sejak awal, The Revolution sudah menggambarkan
sesuatu yang paradoks dan bertolak belakang.
Chavez adalah pemimpin Venezuela
yang dipandang kontroversial. Ia menang pada pemilu demokratis pada 1998
(didukung oleh 50% lebih suara). Mayoritas pendukungnya adalah rakyat miskin
yang juga merupakan mayoritas penduduk Venezuela. Setelah menang, ia
mengubah banyak kebijakan di negeri itu. Salah satunya adalah pendistribusian
secara merata hasil minyak negara untuk seluruh lapisan masyarakat. Hal ini
berbeda dengan sebelumnya, yang mana hasil minyak hanya dikuasai dan
dinikmati oleh segelintir orang saja.
The Revolution dengan detil merekam keseharian masyarakat kecil Venezuela:
rumah-rumah mereka, kegiatan, juga kesaksian mereka tentang pemerintahan
Chavez. Tapi, bukan ini cerita utama yang hendak disampaikan The Revolution.
Pun sebagaimana perlakuan Chavez terhadap rakyat miskin Venezuela yang disandingkan dengan kebencian
kelas menengah-atas Venezuela
terhadap kebijakan Chavez juga hanya sekadar latar belakang. Namun pertentangan ini semakin nyata terasa oleh
pertarungan di televisi.
Saat itu ada lima stasiun
televisi swasta yang dikuasai oleh beberapa kubu ekonomi terkuat di Venezuela. Sedangkan
televisi publik hanya satu. Dan melalui satu-satunya stasiun televisi inilah,
Chavez mengadakan perang media dengan televisi-televisi swasta. Alih-alih
mengabarkan kunjungan-kunjungan Chavez dan betapa gegap gempitanya sambutan
rakyat atasnya—sebagaimana yang mengisi narasi awal The Revolution—televisi-televisi
swasta justru mengangkat isu penyimpangan seksual Chavez, kedekatannya dengan
Kuba, dan juga dukungannya atas terorisme. Sebaliknya, pada televisi publik,
Channel 8, sikap Chavez adalah menentang terorisme, tetapi tidak merestui
tindakan pembasmian terorisme yang sampai memakan korban anak-anak dan
masyarakat sipil yang tak bersalah di Afghanistan.
Pemerintahan Chavez mengerti
betul fungsi televisi sebagai sarana masyarakat mengakses informasi tentang
negara. Setiap minggu, ada acara televisi bertajuk Aló Presidente.
Tujuannya agar masyarakat bisa langsung berbicara dengan Chavez melalui telepon
yang disiarkan secara langsung. Dalam salah satu episode yang direkam The
Revolution, misalnya, Chavez berbicara dan mencatat secara langsung
keluhan Lucretia, salah seorang penelepon, tentang permasalahan tanahnya.
Selain itu, Chavez pun menekankan pada bawahannya untuk selalu menyiarkan
pekerjaan-pekerjaan pemerintah melalui radio maupun televisi-televisi lokal,
untuk melawan pemberitaan televisi swasta yang selalu menyudutkan pemerintah.
Perang di media semakin menguat
di awal 2002. Pihak oposisi yang didukung oleh kekuatan-kekuatan ekonomi
semakin sengit melancarkan serangan terhadap Chavez melalui siaran
televisi-televisi swasta. Pada 10 April, mereka menyiarkan peringatan dari
salah satu jenderal oposisi Chavez atas kemungkinan adanya kudeta. Mereka menyerukan
demonstrasi besar-besaran untuk menentang Chavez. Para pemirsa televisi swasta
yang kebanyakan dari pihak kelas menengah dan atas kota (kebanyakan dari
mereka, berdasarkan keterangan The Revolution, adalah pihak yang
mendapatkan keuntungan dari hasil minyak negara pada pemerintahan sebelumnya)
yang mendukung oposisi pun menyambut baik. Pada 11 April, demonstrasi itu
terjadi.
Di istana, ribuan pendukung
Chavez berkumpul untuk menyatakan solidaritasnya pada pemerintah. Demonstran
oposisi dibelokkan rute demonstrasinya dari yang semula ke perusahaan minyak
negara menuju istana presiden. Bentrokan antara pendukung pemerintah dan
oposisi hampir terjadi. Salah seorang pendukung Chavez menyatakan bahwa media
berada di balik perang kotor ini.
Pukul dua siang kedua kelompok
sudah berhadap-hadapan tapi masih bisa dihalangi tentara. The Revolution
mengisahkan, ketika mereka kembali ke kerumunan pendukung Chavez, dimulailah
tembakan dari sniper terhadap para pendukung Chavez. Pada titik ini, The Revolution mulai masuk pada
sebuah fakta yang sungguh mengenaskan.
Sebanyak 25% masyarakat di
Venezuela memiliki pistol. Para
pendukung Chavez mulai balas menembak ke arah datangnya tembakan. Kesaksian dan
analisis Andres Izarra, kepala pemberitaan sebuah televisi swasta Venezuela,
patut disimak baik-baik. Menurutnya, sebuah stasiun televisi swasta menempatkan
kameranya di belakang istana dan mengambil gambar orang-orang yang menembak
dari atas jembatan. Pemberitaan itu lantas menuduh pendukung Chavez yang dengan
brutal menembaki para oposisi yang berdemonstrasi dengan damai. Padahal,
menurut Izarra, sudah sangat jelas bahwa kelompok pendukung Chavez tengah
tiarap, namun situasi tersebut tak pernah ditayangkan oleh televisi swasta.
Gambar itu dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terlihat seakan Chavez dan
pendukungnyalah yang bertanggungjawab atas penembakan-penembakan yang terjadi.
Kenyataannya, mereka ditembaki terlebih dahulu dan membalas dalam rangka
perlindungan diri. Kesalahan rekayasa ini sedemikian fatal, karena, jalan di
bawah jembatan yang dimaksud, pada hari itu, tak pernah dilewati oleh
demonstran oposisi.
Dalam keadaan rusuh, televisi swasta terus menayangkan
pemberitaan-pemberitaannya dan seruan agar Chavez mundur. Informasi makin kacau balau ketika saluran Channel
8 dikuasai kaum oposisi. Pada pukul 21.20, para menteri mencoba bersiaran
langsung dari istana melalui televisi publik tersebut. Pukul 21.30 gelombangnya
diputus. Penasehat politik dalam pemerintahan Chavez menyatakan bahwa kaum
oposisi terlalu kuat dan pemerintahan Chavez tak punya kesempatan untuk melawan
media. Chavez lantas menyerahkan diri pada dini hari (12 April) agar istana tak
dibom.
Pagi harinya, Venezuela sudah
punya presiden baru dan sejak itu sensor diterapkan. Tak boleh ada pemberitaan
tentang para pendukung Chavez. Itulah yang menyebabkan Andres Izarra
mengundurkan diri dari posisinya di salah satu televisi swasta karena tak
sesuai dengan prinsip jurnalistik yang dipegangnya.
Memang pada akirnya kaum oposisi
tidak mampu mempertahankan kudeta mereka dalam waktu yang lama. Chavez kembali
ke istana pada 14 April dini hari. Rakyat pendukung Chavez beserta jajaran
militer yang memihak rakyat berhasil mengembalikan keadaan. Itu juga berkat
bantuan dari jaringan televisi internasional yang bersiaran melalui saluran
televisi kabel di Venezuela. Chavez sendiri tidak lantas membredel
televisi-televisi swasta. Hanya satu televisi swasta, RCTV, yang dicabut izin
siarnya karena terbukti terlibat dalam kudeta (Ariane dalam Bonnie Triyana dan
Max Lane [eds], 2008).
Namun demikian, pelajaran dari
peristiwa di Kuba yang direkam dalam The Revolution setidaknya membuka
mata kita dan mengingatkan kembali bahwa media massa, dalam kasus ini televisi,
sungguh adalah senjata yang ampuh untuk mempengaruhi politik atau pun
dimensi-dimensi penting lainnya dalam kehidupan. Ketika media massa memihak
pada sebuah kepentingan saja, maka sangat mungkin kepentingan masyarakat banyak
dikesampingkan oleh kepentingan yang bermain di baliknya. Dalam kasus
Venezuela, di tengah kekuatan yang tak seberapa hebat dalam melawan televisi
swasta, ucapan Chavez setelah ia kembali ke istana pada dini hari 14 April
2002, yang dikutip di awal tulisan ini, merupakan cara yang efektif untuk
melawan media massa yang tak memihak pada massa: “Jangan mau diracuni oleh
kebohongan mereka.”
Ditulis oleh ;
Berto Tukan– September 19, 2011
Sumber Tulisan :http://remotivi.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar