Kemarin aku Buat siaran Pers menyikapi kasus kebocoran sumur gas yang dimiliki oleh pertamina di kecamatan abab Kabupaten muara enim, kebocoran gas di daerah ini yang dilakukan oleh Pertamina ini sudah sering terjadi, namun tidak pernah membuat pihak pertamina untuk lebih hati hati dalam melakukan aktifitas ekplorasi serta melakukan perawatan terhadap peralatan dan pipa pipa tua yang di gunakan untuk melakukan penyalluran minyak dan gas ke unit unit pengelolan dan pemasaran mereka yang ada di Palembang atau daerah lainnya, dan malah terlihat seperti membiarkan kejadian seperti ini terjadi walaupun dampak dari kebocoran tersebut dapat mengancam keselamatan jiwa masyarakat di sekitar Lokasi kejadian. seperti contoh di kasus kebocoran kali ini ,berdasarkan informasi yang di dapat dari masyarakat, bahwa kebocoran yang mengakibatkan keluarnya gas yang bercampur minyak dan air dengan ketinggian semprotan mencapai 15 meter ke udara telah terjadi sejak tanggal 11 mei 2009 namun sampai dengan siaran pers ini di turunkan (15 mei) tidak terlihat tanda tanda kecemasan dari perusahaan kalo kebocoran ini akan menyebabkan hilang nya nyawa manusia dan menimbulkan keresahaan masayarakat malah Pertamina melalui pernyataan Humas nya mengatakan Mereka tidak mengetahui kebocoran Sumur gas tersebut dan tidak ada laporan dari pihak subkontraktor atas hal ini. padahal pada saat kejadian kebocoran beberapa media cetak dan online baik nasional maupun daerah memberitakan kejadian ini.Hal serupa juga terjadi saat kebocoran pipa penyaluran minyak mentah yang ada di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan ilir dan menyebabkan kebakaran lahan, dari waktu kejadian kebakaran yang dimulai pukul 12.00 wib sampai dengan 6 jam kejadian telah berlangsung tidak ada satu batang hidung pihak pertamina pun yang datang kelokasi apalagi berupaya memadamkan api yang semakin lama semakin membesar dan mengepulkan asap hitam Tebal di langit Palembang baru pada pukul 19.00 wib datanglah pegawai staf Humas pertamina Prabumulih dengan rombongan nya tapi bukan rombongan pemadam api, tetapi rombongan pegawai yang mau lihat dan memastikan apakah pipa yang bocor itu milik pertamina atau bukan, ya... rombongan yang bodoh udah jelas jelas punya pertamina masih di cek emang gak ada apa alat deteksi kebocoran.. ringkas nya baru pada pukul 00.00 wib api dapat dipadamkan
Dari beberapa kasus yang aku tuliskan tersebut bahwa tidak adanya ketakutan dan Respon cepat yang dilakukan oleh Pertamina dalam kejadian kejadian tersebut , tidak bisa dilepaskan dari sikap Pemerintah Propinsi sumatera selatan yang tidak pernah memberikan sanksi atau Hukuman seperti yang dimandatkan dalam Undang undang no 23 tahun 1997 yang menyatakan bahwa setiap tindakan yang merusak lingkungan dapat dikenakan Hukuman Pidana dan Denda, nah jika Pemprov sumsel ( Gubernur Alex Noerdin ) melakukan tindakan tegas niscaya Pembiaran yang dilakukan oleh Pihak Pertamina terhadap kasus kasus kebocoran yang terjadi di sumatera selatan tidak akan pernah terjadi, karena sebuah hukuman atau sanksi yang diatur dalam undang undang 23 tahun 1997 cukup dapat memberikan efek jera terhadap pelaku pencemaran dan perusak lingkungan untuk tidak melakukan kecerobohan dan akan serius untuk melakukan perawatan terhadap peralatan, sumur tua dan pipa tua Warisan dari penjajah yang telah menjadi milik mereka. selanjutnya sebelum pembaca membaca berita siaran pers yang aku buat dan dimuat (posting) oleh Koran Tempo Online ada beberapa hal yang aku rasa akan aku kritik dikit yaitu pada judul berita yang menurut ku terlalu banci, berikut judul beritanya "Sumatera selatan Diminta tegur Pertamina" gimana menurut pembaca banci gak ??? yang akau harapkan judul berita nya seperti ini "Walhi sumsel mendesak pemerintah Sumatera selatan untuk segera memberi sanksi dan Hukuman terhadap PT. Pertamina" tapi udahlah syukur syukur udah dimuat dan sekali lagi aku ucapin makasih buat Wartawan dan redaksi nya yang telah memasukan siaran pers ini di space media mereka. Selanjutnya ya pembaca silakan baca maaf kalo terlalu panjang ngomen nya.
Pemerintah Sumatera selatan Di minta Tegur Pertamina
Palembang: Wahana lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan meminta Pemerintah Sumatera Selatan menegur PT Pertamina dan subkontraktornya terkait kebocoran minyak dan gas, serta pencemaran lingkungan.
Berdasarkan catatan Walhi, sejak tahun 2000 hingga 2009 sedikitnya telah terjadi 35 kali kebocoran, sembilan kali di antaranya terjadi di Kabupaten Muara Enim. Semua kejadian kebocoran tersebut didominasi oleh kebocoran minyak dan gas milik Pertamina.
Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) Walhi Sumateras Selatan, Hadi Jatmiko, kepada Tempo mengatakan data terbaru adalah kebocoran sumur gas tua 01 milik PT. Indojaya, subkontraktor Pertamina, yang menyebabkan semburan minyak mentah bercampur gas dan air asin setinggi 15 meter di Desa Sukaraja, Kecamatan Abab, Kabupaten Muara Enim, pada tanggal 11 Mei 2009 yang sampai sekarang belum berhenti.
Dengan kondisi itu, Walhi menilai perusahaan minyak dan gas, khususnya yang ada di Sumatera Selatan ini, tidak pernah konsisten untuk mengelola sumber daya alam yang baik dan sehat.
Tujuan mereka hanya semata-mata bagaimana mengeksploitasi sumber daya alam yang ada tanpa pernah serius memikirkan hidup dan kehidupan lingkungan dan masyarakat sekitar, katanya.
Walhi juga menilai pemerintah tidak pernah tegas dalam merespons persoalan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kelalaian perusahaan. Padahal, sebagai organisasi politik yang bertanggung jawab dalam mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, pemerintah mempunyai otoritas untuk menindak pelaku kejahatan.
Walhi meminta perusahaan migas di Sumatera Selatan untuk segera melakukan tindakan pemeriksaan rutin dan perawatan terhadap sumur-sumur migas dan menganti pipa-pipa tua yang sudah sangat tidak layak sehingga dapat membahayakan warga.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang menjadi korban pencemaran, bahwa mereka mempunyai hak untuk melakukan gugatan kepada perusahaan pencemar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997.(tempo interaktif)
Dari beberapa kasus yang aku tuliskan tersebut bahwa tidak adanya ketakutan dan Respon cepat yang dilakukan oleh Pertamina dalam kejadian kejadian tersebut , tidak bisa dilepaskan dari sikap Pemerintah Propinsi sumatera selatan yang tidak pernah memberikan sanksi atau Hukuman seperti yang dimandatkan dalam Undang undang no 23 tahun 1997 yang menyatakan bahwa setiap tindakan yang merusak lingkungan dapat dikenakan Hukuman Pidana dan Denda, nah jika Pemprov sumsel ( Gubernur Alex Noerdin ) melakukan tindakan tegas niscaya Pembiaran yang dilakukan oleh Pihak Pertamina terhadap kasus kasus kebocoran yang terjadi di sumatera selatan tidak akan pernah terjadi, karena sebuah hukuman atau sanksi yang diatur dalam undang undang 23 tahun 1997 cukup dapat memberikan efek jera terhadap pelaku pencemaran dan perusak lingkungan untuk tidak melakukan kecerobohan dan akan serius untuk melakukan perawatan terhadap peralatan, sumur tua dan pipa tua Warisan dari penjajah yang telah menjadi milik mereka. selanjutnya sebelum pembaca membaca berita siaran pers yang aku buat dan dimuat (posting) oleh Koran Tempo Online ada beberapa hal yang aku rasa akan aku kritik dikit yaitu pada judul berita yang menurut ku terlalu banci, berikut judul beritanya "Sumatera selatan Diminta tegur Pertamina" gimana menurut pembaca banci gak ??? yang akau harapkan judul berita nya seperti ini "Walhi sumsel mendesak pemerintah Sumatera selatan untuk segera memberi sanksi dan Hukuman terhadap PT. Pertamina" tapi udahlah syukur syukur udah dimuat dan sekali lagi aku ucapin makasih buat Wartawan dan redaksi nya yang telah memasukan siaran pers ini di space media mereka. Selanjutnya ya pembaca silakan baca maaf kalo terlalu panjang ngomen nya.
Pemerintah Sumatera selatan Di minta Tegur Pertamina
Palembang: Wahana lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan meminta Pemerintah Sumatera Selatan menegur PT Pertamina dan subkontraktornya terkait kebocoran minyak dan gas, serta pencemaran lingkungan.
Berdasarkan catatan Walhi, sejak tahun 2000 hingga 2009 sedikitnya telah terjadi 35 kali kebocoran, sembilan kali di antaranya terjadi di Kabupaten Muara Enim. Semua kejadian kebocoran tersebut didominasi oleh kebocoran minyak dan gas milik Pertamina.
Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) Walhi Sumateras Selatan, Hadi Jatmiko, kepada Tempo mengatakan data terbaru adalah kebocoran sumur gas tua 01 milik PT. Indojaya, subkontraktor Pertamina, yang menyebabkan semburan minyak mentah bercampur gas dan air asin setinggi 15 meter di Desa Sukaraja, Kecamatan Abab, Kabupaten Muara Enim, pada tanggal 11 Mei 2009 yang sampai sekarang belum berhenti.
Dengan kondisi itu, Walhi menilai perusahaan minyak dan gas, khususnya yang ada di Sumatera Selatan ini, tidak pernah konsisten untuk mengelola sumber daya alam yang baik dan sehat.
Tujuan mereka hanya semata-mata bagaimana mengeksploitasi sumber daya alam yang ada tanpa pernah serius memikirkan hidup dan kehidupan lingkungan dan masyarakat sekitar, katanya.
Walhi juga menilai pemerintah tidak pernah tegas dalam merespons persoalan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kelalaian perusahaan. Padahal, sebagai organisasi politik yang bertanggung jawab dalam mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, pemerintah mempunyai otoritas untuk menindak pelaku kejahatan.
Walhi meminta perusahaan migas di Sumatera Selatan untuk segera melakukan tindakan pemeriksaan rutin dan perawatan terhadap sumur-sumur migas dan menganti pipa-pipa tua yang sudah sangat tidak layak sehingga dapat membahayakan warga.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang menjadi korban pencemaran, bahwa mereka mempunyai hak untuk melakukan gugatan kepada perusahaan pencemar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997.(tempo interaktif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar